KATA PENGANTAR
Puji
dan sukur kita panjatkan kepaada sang pencipta alam semesta, sumber dari
seluruh inspirasi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat kemampuannya dan
petunjuknya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan muda sukses paripurna, teladan
mulia, inspirator cerdas, motifator tangguh dalam segala aspek kehidupan yakni
Nabi Muhamad SAW, juga kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in, serta
pengikut-pengkutnya hingga hari akhir nanti.
Ucapan
terima kasih keepada semua pihak yang terliba secara langsung atau tidak
langsung terlibat dalam penulisan makalah ini, terimakasih kepada Roma Ulinnuha
selaku dosen pembimbing mata kuliah
pancasila, dan kepada teman-teman yang telah memberi motifasi kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PANCASILA DAN AGAMA
DI INDONESIA”
Penulis
mengaku masih banyak kekurangan dala penyusunan makalah ini, tetapi penulis
berharap agar makalah ini bisa memberikan manfaat dan pengetahuan bagi
semuanya. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar
negara dan pemersatu bangsa Indonesia. Mengapa begitu besar pengaruh pancasila
terhadap bangsa indonesia?. Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah
dan kompleksitas keberadaan bangsa indonesia seperti keragaman suku, agama,
bahasa daerah, pulau, adat istiadat yang sangat beragam, tetpi harus di
persatukan. Sejarah Pancasila adalah bagian dari
sejarah inti negara Indonesia,sehingga tidak heran bagi sebagian rakyat
Indonesia, Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang harus kita
hafalkan dan mematuhi apa yang diatur di dalamnya. Ada pula sebagian pihak yang
sudah hampir tidak mempedulikan lagi semua aturan-aturan yang dimiliki oleh
Pancasila. Namun, di lain pihak muncul orang-orang yang tidak sepihak atau
menolak akan adanya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Mungkin
kita masih ingat dengan kasus kudeta Partai Komunis Indonesia yang menginginkan
mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Komunis. Juga kasus kudeta DI/TII
yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan mendirikan sebuah negara Islam.
Atau kasus yang masih hangat di telinga kita masalah pemberontakan tentara GAM.
Jika kita melihat semua kejadian di atas, kejadian-kejadian itu bersumber pada
perbedaan dan ketidakcocokan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara
Indonesia dengan ideologi yang mereka anut. Berdasarkan Latar Belakang
permasalahan di atas saya ingin mengangkat suatu topik yang berjudul pancasila
dan agama di indonesia.
B.
Rumusan Masalah
· Apakah pancasila
masih bisa menjadi idiologi bangsa indonesia yang mempunyai beragam agama.
· Apakah dengan
menjadikan pancasila sebagai dasar negara, Indonesia akan menjad aman dan stabil
C.
Tujuan Penulisan.
· Untuk mengetahui sejauh mana Pancasila cocok dengan agama.
· Untuk mengetahui arti penting dari adanya
Pancasila di negara Indonesia.
· Untuk mengetahui bagaimana seharusnya
negara yang memiliki masyarakat yang mempunyai beragam agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti Pentingnya Pancsila.
Sebelum kita membahas arti pentingnya pancasila,
maka terlebih dahulu perlu dibahas sedikit asal kata dan istilah “pancasila” . Menurut
muhammad yamin, dalam bahasa sangsekerta perkataan “pancasila” memiliki dua
macan arti secara leksikal yaitu :
“
panca” artinya “lima”
“syila”
vokal i pendek artinya “batu sendi”, “alas”
“ syiila”vokal i panjang artinya
“peraturan tingkah laku yang baik,
yang penting yang senonoh”.[1]
Perkataan pancasila mula-mula terdapat dalam
kepustakaan budha di india. Ajaran budha bersumber pada kitab tri pitaka.
Ajaran pancasyila menurut budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau
five moral prnciples, yang harus ditaati dan di laksanakan oleh para penganut
biasa atau awam.pancasyila yang berisi lima larangan atau pantangan itu menurut
isi lenngkapnya yaitu:
Panatipada veramani sikhapadam samadiyani artinya jangan mencabut nyawa makhluk hidup
atau dilarang membunuh.
Dinna dana veramani shikapadam samadiyani artinnya janganlah mengambil baang orang lain
atau dilarang mencuri
Kameshu micchacara varamani shikapadam
samadiyani artinya
janganlah berhubungan kelamin yang maksudnya dilarang berzina.
Musawada veramaani sikapadam samadiyani artinya janganlah berkata palsu atau dilarang
berdusta.
Sura merayu masjja pamada tikana veramani artinya janganlah meminum minuman yang
menghilangkan pikiran, yang maksudnya di larang minum-minuman keras.[2]
Kembali kepokok pembahasan awal tantang
pentingnya arti sebuah pancasila, kita tahu bahwa pancasila sebagai dasar negara memang sudah
final. Menggugat Pancasila hanya akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak
mungkin akan timbul chaos (kesalahan) yang memecah-belah eksistensi negara
kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecer menjadi negara-negara kecil yang
berbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya maka penerapan hukum-hukum agama
(juga hukum-hukum adat) dalam sistem hukum negara menjadi urgen untuk
diterapkan. Sejarah Indonesia yang awalnya merupakan kumpulan Kerajaan yang
berbasis agama dan suku memperkuat kebutuhan akan hal ini. Pancasila yang
diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-suku itu harus tetap mengakui
jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan suku.
B.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai
suatu idiollogi negara maka sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan
kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki
perbedaan antara satu denngan yang lainnya, namun kesemuanya itu tidak lain
merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Oleh karena itu dalam uraian berikut
ini haya menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama yaitu
ketuhanan yang maha esa. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam sila
ketuhanan yang maha esa yaitu.
Sila
ketuhanan yang maha esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila
lainnnya. Dalam sila ketuhanan yang maha esa terkandung nilai bahwa negara yang
didirikan adalaah sebagai pengejawantahkan tujuan manusia sebagai makhluk tuhan
yang maha esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral penyelenggaraan negara,
politik negara, pemerintahan negara hukum dan peraturan perundang-undangan
negara.[3]
Sebagai
negara yang bermayoritas penduduk agama islam, Pancasila sendiri yang sebagai
dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertuang dalam
sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang pada awalnya
berbunyi “… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya” yang
sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta.[4]
Namun
dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan sampai sekarang yaitu
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan Piagam Jakarta tersebut,
karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika penerapan syariat Islam
diterapkan secara tidak langsung namun pasti akan menjadikan Indonesia sebagai
negara Islam dan secara “fair” hal tersebut dapat memojokkan umat beragama
lain. Yang lebih buruk lagi adalah dapat memicu disintegrasi bangsa terutama
bagi provinsi yang mayoritas beragama nonislam. Karena itulah sampai detik ini
bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang maha esa” yang berarti bahwa
Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun
termasuk juga Kristen, Katolik, Budha dan Hindu sebagai agama resmi negara pada
saat itu.
C.
Hubungan Agama dan Negara.
Dikalangan
kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa eksitensi negara adalah suatu
keniscayaan bagi berlangsunngnya kehidupan bermasyarakat. Artinya, menurut
hussen Muhammad (2000 : 88). Negra diperlukan untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan masyarakat manusia secara bersama-sama. Negara dengan
otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukannya antara masyarakat. Sedangkan
agama mempunyai otoritas untuk mengatur hubungan manusia dengan tuhannya.[5]
Hubungan
antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan
dikalangan para ahli. Pada hakikatnya negara merupakan suatu persekutuan hidup
bersama sebagai penjelmaaan sifat kodrati manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Perlu disadari bahwa manusia sebagai warga negara, adalah juga
makhluk sosial dan makhluk tuhan. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai
kebebasan untuk memenuhi dan memanifiestasikan kodrat kemanusiannya. Namun
sebagai makhluk tuhan, manusia juga mempunyai kewajiban untuk mengabdi
kepada-Nya dalam bentk penyambahan ataupun peribadatan yang diajarkan oleh
agama atau keyakinan yag dianutnya. Hal-hal yang berkaitan dengan negara adalah
manifestasi dari kesepakaan manusia. Sedangkan hubungan dengan tuhan yang
tertuang dalam ajaran agama adalah wahyu dari tuhan. Oleh karena itu ada benag
emas yang menghubungkan antara agama dengan negara.
Berdasarkan
uraian diatas, konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar
ontologis manusia masing-masing., keyakkinan mannusia sangat mempengaruhi
konsep hubungn agaa dan negara dalam kehidupan manusia. Berikut akan diuraikan
beberapa contoh perbedan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa
aliran atau paham :
a. Hubungan Agama dan Negara menurut Paham Teokrasi
Dlam
paham teokrasi, hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu degan agama , karena pemerintahan menurut
paham ini di jalankan berdasarkan firman-firman tuhan, segala tata kehidupan
dalam masyarakat, bangsa dan negara dilakukan atas titan tuhan. Dengan demikian
urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga dipahami sebagai
manifestasi fiman tuhan.
Selain
sistem pemerintaan teokrasi langsung, ada pemerintahan teokrasi tidak langsung.
Dalam pemerintahan teokrasi langsung, raja atau kepala negara memerintah sebagai jelmaan tuhan, maka dalam
pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah bukan tuhan sendiri,
melainkan yang memerintah adalah raja atau kepala negara yan memiliki otoritas
atas nama tuhan. Kepala negara atau raja diyakini memerintah atas kehendak
tuhan. Dalam pemeritahan teokrasi tidak langsung,sistem dan norma-norma dalam
negara dirumuskan berdasarka firman-firman Tuhan. Dengan demikian negara
menyatu dengan agama. Agama dan negara tidak dapat di pisahkan. Dari apa yang
di paparkan di atas, dapat di katakan bahwa dalam kenegaraan teokrasi terdapat
dua macam, yaitu teokrasi langsung dan teokrasi tidak langsung.[6]
Karena adanya perbedaan paham ini maka praktik pemerintahan kedua jenis paham
teokrasi inipun berbeda pula.
b. Hubungan Agama dan Negara menurut Paham Komunisme.
Paham
komunisme memandang hakikat hubungan negara dan agama berdasarkan pada filosofi
materialisme dialektis dan materialisme historis. Paham ini menimbulka paham
atheis, yang berarti tidak bertuhan.
Paham
yang dipelopori oleh karl marx ini, memandang agama sebagai candu masyarakat.[7]
Menurutnya, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Agama, dalam paham ini, dianggap
sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelu menemukan dirinya sendiri.[8]
Manusia
adalah dunia manusia sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat negaara.
Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, dan
agama adalah keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu agama harus ditekan.
Bahkan dilarang. Nilali yang tertinggi didalam negara adalah materi, karena
manusia sendiri pada hakikatnya adalah materi.
c. Hubungan Agama dan Negara menurut paham
sekuler.
Selalin
paham teokrasi, terdapat pula paham sekuler dalam praktik pemerintahan dalam
kaitan hubungan agama dan negara. Paham sekuler memisahkan dan membedakan
antara agama dan negara. Dalam negara sekuler, tidak ada hubungan antara sistim
kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, negara adalah urusan hubungan manusia
dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia
dengan tuhan. Dua paham ini menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.
Dalam
negara sekuler, sietem dan norma-norma hukum positif dipisahkan dengan
nilai-nilai norma agama. Norma-norma dan hukum ditentukan oleh kesepakatan
manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin
norma-norma tersebut bertentangan dengan noema-noema agama, pada lazimnya
negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang
mereka yakini, tapi negara tidak ikkut campur tangan dalam urusan negara.
d. Hubungan Agama dan Negara dalam Islam.
Dalam
islam, hubungan agama menjadi perdebatan yang cukup hangat dan berlanjut hingga kini di antara para
ahli. Bahkan menurut Azyumardi Azra (1996:1), perdebatan itu telah berlangsung
sejak hampir satu abad dan berlangsung hingga saat ini.[9]
Tentang
hubungan agama dan negara dalam islam, menurut Munawwir Sjadzali
(1990;235-236),ada tiga aliran yang menanggapinya.[10]
Pertama
aliran yang menganggap bahwa islam adalah agama yang paripurna, yang mencakup
segala-galanya, termasuk masalah negara. Oleh karena itu agama tak bisa
dipisahkan dari negara,dan urusan negara adalah urusan agama serta sebaliknya.
Aliran
yang kedua mengatakan bahwa islam tidak ada hubungaanya dengan negara,karena
islam tidak mengaturr kehidupan bernegara atau pemerintahan. Menurut aliran
ini, nabi Muhammmad tidak punya misi untuk mendirikan negara.
Aliran
yang ketiga berpendapat bahwa islam tidak mencakup segala-galanya, tetapi
mmencakup seperangkat prinsip atau tata nilai etika tentang kehidupan
bermasyarakat, termasuk bernegara. Oleh karena itu dalam bernegara umat islam
harus mengabangkan dan melaksanakan nilai-nilai dan etika yang diajarkan secara
garis besar oleh islam.
Sementara
itu Hussen Muhammad menyebutkan bahwa dalam islam ada dua model hubungan agama
dan negara. Model pertama, ia sebut sebagai hubungan integralistk, dan yang
kedua ia sebut hubungan simbiosis- murualistik[11].
Hubungan
integralistik dapat diartikan sebagai hubungan totalitas, dimana agama dan
negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan. keduanya
merupakan dua lembaga yang menyatu (integral). Ini juga memberikan pengertian
bahwa negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.
Konsep
ini menegaskan kembali bahwa islam tidak mengenal pemisahan antara agama dengan
politik atau negara. Konsep seperti itu sama dengan konsep teokrasi.
Model
hubengan kedua adalah hubungan simbiosis-mutualistik. Model hubungan agama
dan segera model ini, masih menurut husein muhammad menegaskan bahwa antara
agama dan negara terdapat hubungan yang saling membutuhkan. Menurut pandangan
ini agama harus dijalankan degan baik. Hal ini hanya dapat di laksanakan bila
ada lembaga yang bernama negara. Sementara itu, negara juga tidak dapat di
biarkan berjalan sendiri tanpa agama. Sebab tanpa agama, akan terjadi kekacauan
dan amoral dalam agama[12].
D.
Butir-Butir Pancasila pada Sila Ketuhanan yang
Maha Esa.
Atas perubahan bunyi sila pertama menjadi
Ketuhanan yang Maha Esa membuat para pemeluk agama lain di luar islam merasa
puas dan merasa dihargai. Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha
Esa dapat dijabarkan dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan
butir-butir Pancasila.
Diantaranya: Bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaannya dan ketaqwaanya kepadaTuhanYang Maha Esa. Manusia Indonesia
percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
masing-masing dan kepercayaanya itu.[13]
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama antra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Membina kerukunan hidup di antara sesama
umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami
bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada
pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu dengan agama yang lain.
E.
Pemahaman dan Pelanggaran Terhadap Pancasila
saat ini.
Ideologi Pancasila merupakan dasar negara
yang mengakui dan mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga
kita sebagai warga negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas
Ideologi Pancasila terhadap agama. Tidak perlu berusaha mengganti ideologi
Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila
bukan ideologi beragama. Usaha-usaha untuk mengubah indonesia menjadi suatu
negara islam, sekalipun sah menurut Undang-Undang Dasar pada tahun 1950-an,
merupakan usaha prematur dan tidak realistik karena sebuah fondasi intelektual
keagamaan yang kukuh bagi bangunan serupa itu belum lagi diciptakan. Erat
hubungannya dengan ini ialah kenyataan bahwa mayoritas rakyat indonesia belum
memahami betul arti islam bagi manusia, baik untuk kehidupan individual maupun
kehidupan kolektif.[14]
Prospek islam di Indonesia nampaknya
banyak tergantung pada kemampuan intelektual muslim, para ulama dan
pemimpin-pemimpin islam yang lain untuk memahami realitas masyarakat meeka,
baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan kultural, dan menghubungkannya
dengan ajaran-ajaran islam sebagaimana tersurat dan tersirat dalam al-Quran
(the glorious Quran),[15]
dan sunah nabi yangs sejati. Ideologi Pancasila adalah ideologi beragama.
Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu
melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama,
berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat.
Hanya karena merasa berasal dari agama
mayoritas tidak seharusnya kita merendahkan umat yang berbeda agama ataupun
membuat aturan yang secara langsung dan tidak langsung memaksakan aturan agama
yang dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan
dalih moralitas.
Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan mengajarkan permusuhan. Agama yang diakui di Indonesia ada 5, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu. Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos dan timbul gesekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir standar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu agama entah agama mayoritas ataupun minoritas.
Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan mengajarkan permusuhan. Agama yang diakui di Indonesia ada 5, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu. Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos dan timbul gesekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir standar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu agama entah agama mayoritas ataupun minoritas.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, pembahasan di
atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Pancasila adalah ideologi yang sangat
tepat untuk diterapkan di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam
agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh
ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat
yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut. Dengan
mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya
dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti
akan terwujud.
Semua agama memiliki ajaran-ajaran, norma
dan keutamaan-keutamaan moral yang baik bagi setiap penganutnya. Setiap agama
mengajarkan kebaikan dan keadilan yang patut dijalankan oleh setiap anggotanya
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jika dikaji lebih dalam, semua
ajaran dari setiap agama sebenarnya terangkum jelas dan tegas dalam kelima sila
Pancasila. Maka menurut saya, antara Pancasila dan agama secara tidak langsung
terdapat sebuah hubungan yang sangat erat yang tidak dapat di pisahkan antara
keduanya (pancasila dan agama). Pancasila akan semakin ”dimuliakan” jika kelima
silanya tidak hanya dimuliakan dalam kata-kata belaka melainkan
diaktualisasikan dalam perbuatan konkret sehari-hari yaitu hubungan antaragama
dalam kerangka masyarakat untuk menyelamatkan bangsa dari konflikantarumat
beragama.
B. Saran
Pancasila hendaknya jangan cuma dijadikan sebuah peraturan yang memuat
segala peraturan tetapi tidak banyak yang menjalankannya, tetapi harus
diterapkan dalam praktek kehidupan sehar-harii secara mendalam sehingga dalam kehidupan
bermasyarakat yang mempunyai bermacam-macam perbedaan (agama, ras,
adat-istiadat, suku) agar dapat memperkokoh rasa bangga
terhadap Pancasila, maka perlu adanya peningkatan pengamalan butir-butir
Pancasila khususnya sila ke-1. Salah satunya dengan saling menghargai antar
umat beragama. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan
beribadah.
DAFTAR PUSTAKA
·
Kaelan Ms, Pendidikan
Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2010
·
Mubarak, Muhammad, Sistem
Pemerintahan dalam Islam, mesir : Darul Fikri, 1989
·
Saidi, Ridwan, Islam
Pembangunan Politik dan Politik Pembangunan, Jakarta : Pustaka Panjimas,
1983
·
Abdullah, Amin, Pancasila
dan Kewarganegaraan, yogyakarta : Pokja Akademik UIN Su-Ka, 2005
·
Majid, Nurcholis, Islam
dan Masalah Kewarganegaraan, Yogyakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1996
·
Esposito, John, Islam
dan Perubahan Sosial Politik di Negara Sedang Berkembang, Yogyakarta:
PLP2M, 1980
[1] Yamin 1960 :437
[2] Zainal Abidin, 1958 :361
[3] D.R. Kaelen, M.S., pendidikan pancasila, hal.79-80
[4] D.R. Kaelen, M.S., pendidikan
pancasila, hal. 25-26.
[5] Hussen Muhamad,”Islam dan Negara Kebangsaannya: Tinjauan Politik”,
dalam Ahmad suedy, pergulatan pesantren dan demokrasi,(Yogyakarta: LKIS,2000),
hlm.88.
[6] Amin abdullah, pancasila dan kewarganegaraan, hal. 51-52.
[7] Mark, dalam laouis leahy 1992:97-98.
[8] Louis leahy, aliran besar atheisme, hal. 97-98.
[9] Azyumardi, pergolakan politik islam:dari fundamentalisme, modernisme hingga
post modernisme, hal.1.
[10] Munawwir sadzali,op. Cit., h. Cit hlm 235-236.
[11] Hussein muhammad, hal. 88-94.
[12] Amin abdullah, pancasila dan kewarganegaraan, hal. 54-56
[13]Pasal 25 UUD 1995 ayat 2
[14] Ahmad syafii maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, hlm. 8-9.
[15] Muhammad Marmaduke pichthal, the glorious Quran (mecca: muslim world
legue-rabita, 1977).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar