KATA PENGANTAR
Puji dan sukur kita panjatkan kepaada sang pencipta
alam semesta, sumber dari seluruh inspirasi Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat kemampuannya dan petunjuknya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan
muda sukses paripurna, teladan mulia, inspirator cerdas, motifator tangguh
dalam segala aspek kehidupan yakni Nabi Muhamad SAW, juga kepada keluarganya,
sahabatnya, tabi’in, serta pengikut-pengkutnya hingga hari akhir nanti.
Ucapan terima kasih keepada semua pihak yang terliba
secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam penulisan makalah ini,
terimakasih kepada Prof. Dr. Fauzan Naif, M.A selaku dosen pembimbing mata kuliah SKI dan Budaya Lokal yang telah
membimbing kami , dan kepada teman-teman yang telah memberi motifasi kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “BUDAYA
MULUDDAN ATAU MAULID NABI DI DAERAH KEBUMEN”
Penulis mengaku masih banyak kekurangan dala
penyusunan makalah ini, tetapi penulis berharap agar makalah ini bisa
memberikan manfaat dan pengetahuan bagi semuanya. Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR ........................................................................................................... 1
DAFTAR ISI .................................................................................................................... 2
BAB IPENDAHULUAN .................................................................................................... 3
A.
Latar belakang masalah ................................................................................... 3
B.
Rumusan masalah ............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 4
A. Pengertian
maulid nabi..................................................................................... 4
B. Sejarah
singkat peringatan maulid nabi........................................................... 5
C. Unsur-unsur
pokok peringatan maulid nabi..................................................... 6
D. Rangkaian
acara muluddan di daerah kebumen ............................................. 9
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 12
A. Kesimpulan....................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Masyarakat jawa dipercayai
memiliki budaya yang sangat khas dan sangat berfariasi(bermacam-macam). Dan
menjunjung tinggi sifat-sifat luhur dan kebudayaanya (termasuk berbagai macam
seni, sastra dan kebudayaan) yang dimilikinya. Dalam konteks Indonesia
kebudayan jawa merupakan salah satu kebudayaan lokal yang berpengruh penting
karena dimiliki sebagaian besar enik terbesar di indonesai. Nilai-nlai islam
memilliki arti penting bagi kebudayaan jawa karena mayoritas masyarakat jawa
beragama dan memelik agama islam. Dengan demikian hubungan nilai-nilai islaam
dengan kebudayaan jawa menjadi menarik karena keberadaan islam dan budaya jawa
yang cukup dominan pada bangsa indonesia.
B. Rummusan
Masalah.
·
Siapa yang membawa kebudayaan
muluddan atau maulud nabu ke indonesia?
·
Sesuaikah kebudayaan muluddan dengan
unsur-unsur yang ada dalaam agama islam.
BAB II
PEMBAHASAN
BUDAYA MULUDAN ATAU MAULID
NABI DI DAERAH KEBUMEN
A.
Pengertian
Maulid Nabi.
Ada kekeliruan umum dalam penyebutan kelahiran Nabi Muhammad saw,
yaitu ‘maulud’. Peringatan tentang kelahiran Nabi Muhammad saw yang
bertolak dari kesalahan penyebutan ini berlanjut kepada penamaan peringatan
itu, yaitu ‘Peringatan Maulud Nabi saw’ atau disingkat ‘mauludan’,
atau ‘muludan’. Secara leksikal, kata ‘maulud’ berarti
‘yang dilahirkan’. Sementara itu yang dimaksud dengan peringatan hari kelahiran
Nabi Muhammad saw, bukan ‘yang dilahirkan’, melainkan menyangkut berbagai hal
tentang kelahiran beliau, seperti: hari kelahirannya itu sendiri, sejarahnya,
perilakunya semasa hidup, kematiannya, hingga pengaruhnya dalam masyarakat
dunia dari generasi ke generasi. Kata yang tepat untuk tujuan itu adalah ‘maulid’ dan
lengkapnya ‘Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw’.
Kata ‘maulid’ terambil dari perpindahan kata ‘walada,
yuwaladu, maulidan’, yang arti kata ‘maulidan’ adalah
kelahiran. ‘Maulid Nabi Muhammad saw’ berarti kelahiran Nabi
Muhammad saw. Secara praktis bukan hanya memperingati hari
kelahiran Nabi Muhammad saw, melainkan juga berbagai hal yang berkenaan
dengan eksistensi Nabi Muhammad saw sejak dari peristiwa-peristiwa berkenaan
dengan sebelum maupun saat-saat kelahirannya hingga pengaruhnya dalam peradaban
dunia setelah beliau wafat. Pribadi Nabi Muhammad saw adalah orang yang paling
berpengaruh di dunia hingga sekarang (Hart, 1988 : 1),
Menurut catatan sejarah, hari kelahiran Nabi Muhammad saw berfariatif.
Antara lain tanggal kelahiran beliau disebutkan 9 Rabi’ul Awwal dan 12 Rabi’ul
Awwal. Berkenaan dengan ini, Abdullah bin Baz menyatakan sebagai berikut:
Secara historis-sosiologis tanggal kelahiran Rasulullah saw tidak diketahui
secara pasti. Bahkan, sebagian ahli sejarah di masa kini yang mengadakan
penelitian (research) menyatakan bahwa tanggal kelahiran Nabi saw adalah 9
Rabi’ul Awwal bukan 12 Rabi’ul Awwal. Dengan demikian perayaan memperingati
Maulid Nabi saw pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal dari sisi sejarah tidak ada
dasarnya. Hanya saja penetapan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw menurut
kalender Masehi yang berlaku secara nasional di negeri kita (Indonesia)
adalah pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal (identik dengan bulan ini menurut bahasa
Jawa adalah bulan Maulud atau Mulud).
Pada tanggal ini ditetapkan secara nasional sabagai hari libur dan
berlaku sejak dahulu hingga sekarang tanpa ada peninjauan sama sekali, dengan
demikian penetapan hari kelahiran Nabi saw pada tanggal ini telah menjadi
kesepakan nasional, meskipun dari tinjauan sejarang kurang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
B.
Sejarah Singkat Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw tidak dilaksanakan pada masa generasi
pertama dalam Islam yaitu sahabat, generasi kedua yaitu tabi’in, maupun
generasi ketiga yaitu tabi’ut tabi’in, karena memang tidak ada anjuran apalagi
perintah baik dari Allah maupun Rasulullah sendiri. Memperingati seseorang yang
sudah meninggal tidak dikenal dalam tradisi Rasulullah hingga generasi ketiga
(tabi’ut tabi’in), atau dengan kata di luar kawasan yang mereka pikirkan.
Maka amatlah wajar kalau memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw
menjadi khilafiah (perbedaan pendapat) di kalangan umat Islam, ada yang
mengatakan bid’ah dan ada yang mengatakan sunnah terhadapnya.
Orang yang mengadakan rital perayaan memperingati hari kelahiran Nabi
Muhammad saw adalah bani ‘Ubaid al-Qadah aatau ‘Ibadiyyun sempalan dari syi’ah
Isma’liyyah atau Syi’ah bathiniyyah. Moyang mereka Ibnu Disham yang dikenal
al-Qadah. Semula ia adalah budak (mawali) Ja’far bin Muhammad bin
Shadiq dan berasal dari Ahwaz. Ibnu Disham adalah salah satu pendiri Syi’ah
bathiniyyah. Dari Ahwaz pindah ke Maghrib kemudian menisbatkan diri kepada
‘Aqil bin Abu Thalib dan mengaku sebagai keturunan Muhammad bin Isma’il bin
Ja’far ash-Shadiq, padahal orang ini meninggal tanpa meninggalkan keturunan
sama sekali.
Pada tahun 362 H Bani ‘Ibadiyyun berhasil memasuki Mesir dan seterusnya
memperingati ‘Maulid Nabi menjadi tradisi yang berkembang dalam Syi’ah
Fathimiyyah. Dinasti Fathimiyyah memang memiliki hari-hari besar cukup banyak
antara lain: Maulid Nabi Muhammad saw, Hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharram),
Maulud Hasan-Husein, Maulud Fathimiyyah, Awal bulan Rajab, Maulud Ali bin Abi
Thalib, Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban), Awal Ramadan, Akhir Ramadan,
peringatan 7 hari kematian seseorang yang berlanjut pada hari ke 40, 100, tahun
pertama kematian, tahun pertama kematian, dan hari ke 1000, peringatan
menyambut musim penghujan, menyambut musim kemarau. Peringatan-peringatan itu
berpengaruh ke negeri kita (Indonesia) ini, terutama di kalangan masyarakat
santri NU, terutama peringatan tentang kematian seseorang ( khususnya lagi leluhur),
Rebo wekasan yaitu hari Rabu terakhir dalam bulan Shafar, dan Nisfu Sya’ban.
Di kalangan Muhammadiyah, hari-hari itu tidak diperingati, kecuali
“maulid Nabi Muhammad” dengan format yang secara keseluruhan dibersihkan dari
tah}ayyul bid’ah, khurafat, dan syirik. Meyakini bahwa dengan membaca al-Barjanji pada
saat srokol yang para peserta upacara ini semuanya
berdiri dalam mengapresiasi perayaan Maulid Nabi saw, Ruh Rasulullah hadir
dalam majlis ini dan memberi berkah kepada mereka adalah khurafat karena
keyakinan ini tidak ada dasarnya dari Alquran maupun Hadis sahih. Kalaupun ada
hadis yang menyatakan seperti itu pasti hadis palsu (maudu’). Memohon
sesuatu kepada Rasulullah pada saat beliau hadir dalam majlis
al-Barjanji adalah syirik karena yang berhak untuk dimintai hanyalah
Allah. Dalam hal ini Allah menyatakan ‘Iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in(Hanya
kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan).
Menelorkan ide bahwa Rasulullah hadir dalam majlis al-Barjanji untuk
memberikan berkah kepada para partisipan upacara ini adalah tahayyul.
Peringatan Maulid Nabi bagi Muhammadiyah hanya murni pengajian umum
dengan tema-tema berkenaan dengan Nabi Muhammad saw atau Islam secara umum.
Kalaupun disertai unsur lain semuanya bersifat provan tidak sakral,
seperti lomba pidato, dakwah, azan, membaca Alquran, musabaqah tilawatil
Qur’an, olah raga dan yang lainnya untuk anak-anak, remaja masjid atau umum.
Kemeriahan yang mengiringi peringatan Maulid Nabi Muhammad saw diawali 2
abad kemudian dari Bani al-Qadah, yaitu pada pemerintaha dinasti Irbal, yaitu
al-Malik Mudhaffaruddin. Dikisahkan bahwa dalam peringatan Maulidan ini
disembelih ayam 10000 ekor untuk pesta kolosal.
Upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad saw berpengaruh luas di kalangan
masyarakat Islam, termasuk di Indonesia tanpa menyadari asal-usulnya.
Peringatan Maulid Nabi saw diterima dengan baik atas dasar perasaan agama
sebagai sesuatu yang baik (taken for granted). Orang yang tidak mau
melaksanakan peringatan maulid Nabi justru dikatakan bid’ah dan tidak mencintai
Rasulnya. Sementara itu ‘Ibad al-Qadah ketika mencetuskan upacara peringatan
ini menyatakan sebagai bid’ah hasanah (Basyaruddin).
C.
Unsur-Unsur Pokok Pelaksanaan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw telah membudaya bagi umat Islam di
Indonesia untuk semua golongan sehingga peringatan ini dilaksanakan sejak dari
tingkat komunitas kecil (kelompok pengajian/jam’iyyah pengajian) hingga tingkat
nasional oleh pemerintah. Umat Islam yang benar-benar menyatakan bid’ah dan
sama sekali tidak mau memperingatinya hanya bersifat kasus sangat langka dan
individual. Sudah barang tentu karena umat Islam terpecah menjadi berbagai
kelompok sosial keagamaan, maka dalam mengapresiasi peringatan Maulid Nabi
Muhammad saw pun juga bervariatif. Untuk mendeskripsikan peringatan Maulid Nabi
saw yang paling komplit unsur-unsurnya adalah dari kelompok Nahdlatul Ulama
(NU).
a.
Waktu
Pelaksanaan.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw dilaksanakan dalam
bulan Maulud atau Rabi’ul Awwal, tidak mesti tepat pada tanggal 12 Rabi’ul
Awwal, tergantung kesepakatan antara Kiyai atau Ustaz yang akan memberi ceramah
dengan panitia pelaksana peringatan Maulid kapan Ustaz atau Kiyai itu sanggup.
Biasanya, pada bulan ini para Ustaz atau Kiyai yang terkenal padat dengan acara
ceramah Maulidan sehingga sangat mungkin para panitia harus
sabar menunggu giliran hari apa sang Kiyai atau Ustaz itu sanggup. Jamaah
Masjid atau Musalla yang tergolong kecil sangat mungkin, karena harus meminta
kesediaan seorang Kiyai atau Ustaz tertentu dan ia amat padat jadualnya dan
sanggupnya setelah keluar dari bulan Maulud (Rabi’ul Awwal), maka pelaksanaan
peringatan dilaksanakan pada bulan berikutnya, yaitu Ba’da Maulud Rabi’u awal
yakni rabiul akhir.
b.
Pempacaaan
albarjanji atau shalawatan.
Semenjak pemerintahan Sultan Salah ad-Din dari dinasti
Salajikah, peringatan Maulid Nabi Muhammad saw dikolaborasikan dengan
upacara berjanjen. Untuk daerah kantong-kantong Nahdliyyin
pembacaan berjanjen dilakukan semenjak hari pertama pada bulan
Maulid hingga tanggal hingga tanggal 12 Rabi’ulAwwal, atau bahkan hingga akhir
bulan. Sehari dalam sebuah Masjid atau Mushalla bisa diadakan berjanjen lebih
dari satu kali. Ada berjanjen khusus remaja putri, remaja
laki-laki, ibu-ibu PKK, atau bapak-bapak.
Berjanjen dibacakan
dengan seni khas dan selalu menggunakan pengeras suara dengan mengambil waktu
bisa sehabis salat Subuh, sehabis salat Lohor, sehabis salat Maghrib, sehabis
salat ‘Isyak, sehingga bisa mengganggu ketenangan pemeluk agama lain atau
seagama tetapi tidak menyetejui pembacaan berjanjen dengan
menggunakan pengeras suara.
Inti berjanjen adalah mengundang,
mangayubagya, dan menyanjung-nyanjung Nabi Muhammad saw sebagai rasa cinta
kepada beliau dengan ungkapan yang amat puitis atau dengan kata lain dan
singkat padat adalah mahabbaturrasul (cinta Rasul). Tujuan
semula disusunnya naskah Albarjanji oleh Abu Hasan
al-Barjanji adalah untuk membangkitkan rasa cinta kepada Rasulullah dan
selanjutnya membangkitkan semangat umat Islam untuk mencegah mengganasnya
tentara Salib yang telah membantai umat Islam pada perang salib ke I. Albarjanji sangat
efektif membangkitkan semangat juang umat Islam sehingga dapat meluluhlantakkan
kekuatan Salib pada perang salib ke II dan seterusnya.
Isi keseluruhan sanjungan kepada Rasulullah dalam
naskah Albarjanji mirip dengan sanjungan kaum Nasrani terhadap
Yesus Kristus, dan sudah barang tentu ada yang sangat berlebihan. Umat Nasrani
meyakini Yesus sebagai Penebus dosa, maka Nabi Muhammad pun dalam naskah Albarjanji itu
juga disebutkan sebagai penebus dosa. Pada lembar pertama dalam naskah itu
tertuli “Assalamu ‘alaik ‘alaika ya mahya az-zunub”(Keselamatan untukmu
(Rasul), Bagimu wahai sang penghapus dosa). Aqidah semacam ini tentu tidak
benar menurut Alquran. Lebih dari 224 ayat dalam Alquran yang berkenaan dengan
penebusan dosa hanya Allah saja yang memiliki kewenangan menebus atau
mengampuni dosa (kecuali dosa antar sesama), umpama rumusan ‘Inna-llaha
Ghafururrahim (sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Kasih
sayang, Q.S.at-Taubah/9 : 99).
Mempercayai Nabi Muhammad sebagai penebus dosa Juga
menyamakan kedudukannya dengan Yesus yang dipertuhan oleh kaum Nasrani
yang menurut ajaran Alquran mempertuhan Tuhan selain Allah adalah kafir (Q.S.
al-Maidah/5 : 17,72,73) atau musyrik (Q.S. an-Nisa 4 :36). Dengan demikian,
jika seorang muslim melakukan upacara berjanjen dengan meyakini
penuh dan cinta penuh tanpa ada kritik apapun, apalagi marah atau tersinggung
jika diingatkan bahwa di dalamnya mengandung unsur yang tidak benar menurut
ajaran Islam, sebenarnya orang tersebut sudah jatuh kepada kemusyrikan karena
meyakini Nabi Muhamammad sebagai penebus dosa. Untungnya para pengamal berjanjen secara
umum tidak mengerti maksud yang terkandung di dalam naskah Albarjanji,
kecuali secara global atas dasar pencerahan para Ustaz atau Kiyai sebagaimah
abbaturrasul (kecintaan kepada Rasul).
Sayangnya yang mengerti maksud detail kandungan
naskah Albarjanji hanya sedikit, meskipun telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia.
Naskah Albarjanji termasuk genre (karya
seni) tinggi termasuk dalam kategori manakib, yaitu uraian sejarah seseorang
yang menonjolkan hal-hal yang bersifat luar biasa. Contoh manakib adalah Manakib
Syeikh ‘Abdul Qadir al-Ji>lani, Manakib Syeikh Bahauddin
an-Naqsyabandi, dan Albarjanji itu sendiri. Diantara
keluarbiasaan yang disebutkan dalam naskah Albarjanji adalah
ketika beliau masih kecil dan digendong oleh Siti halimah di sekitar Ka’bah,
arca-arca kagum kepada bayi (Nabi Muhammad) sehingga mata para arca menjulur
keluar dari tempat (rongga) lebih satu jengkal memperhatikan bayi Nabi Muhammad
saw. penjelasan hal-hal yang luar biasa dan irrasional dari
bayi hingga menjadi Rasul amat banyak.
Sebenarnya mencintai Rasulullah dengan
mengapresiasinya dengan untaian syair adalah boleh-boleh saja, umpama ‘Anta
syamsun anta Badrun (Engaku adalah matahari, Engkau adalah
Bulan) bentuk prosanya adalah pola kalimat tasybih (penyerupaan) ‘Anta
ka asy-Syamsi Anta ka al-Badri (Engkau bagaikan matahari dan
engkau bagaikan Bulan) yang secara alami menerangi dunia, kemudian melalui cara
berpikir sillogistik sampai pada konklusi atau kesimpulan bahwa pribadi Nabi
Muhammad bagaikan Matahari dan bulan menerangi dunia dalam ajaran tauhid dan
keluar dari kegelapan iman. Asal tidakkebablasen melebihi
kapasitas sebagai manusia dan sebagai Rasulullah tidak menjadi kesalahan,
tetapi akan lebih sempurna kalau dalam mencintai Rasulullah menuruti permintaan
Rasulullah sendiri sebagai orang yang dicintai.
D.
Rangkaian acara muludan di daerah kebumen.
Susunan pokok
upacara peringatan ini adalah sebagai berikut:
1.
Pembukaan.
Pembukaan
biasanya diawali dengan pembacaan surat al-Fatihah sebagai fathul quran. Dan
pembacaan tersebut dikhususkan untuk dihadiahkan kepada Rasulullah beserta
keluarga dan sahabatnya, kepada tabi’in, tabi’ut-tabi’in, para malaikat,
orang-orang yang mati syahid, para ‘alim-ulama, syeikh Abdul Qadir al-Jailani,
syeikh Junaid al-Baghdadi, para leluhur Kiyai di daerah kebumen, dan para
wali atau para sunan (walisongo).
2.
Pembacaan kalam
wahyu Ilahi (al-Quran).
Ayat al-Quran yang di baca biasanya ayat-ayat yang
berkenaan dengan masalah kelahiran nabi atau yang menjelaskan tentang kemulyaan
nabi Muhammad saw. Tetapi ada juga yang dalam pembacaan ayat suci al-quran
tergantung kepada pembaca (qari’), ayat apa atau surat apa yang akan
dibacakan. Pembacaannya dilaksanakan begitu bagus dengan kadar seni yang amat
tinggi, dan merdu sehingga bagi yang benar-benar menikmati suara ini bisa
menangis atau mendirikan bulu roma (bulu pada githok) Setelah
itu bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan gaya bacaan deklamasi.
3.
Tahlilan.
Tahlilan adalah seperangkat kalimah thayyibah walaupun
banyak orang yang kontra terhadap tahlila karen mereka memilliki pendapat bahwa
tahlilan itu adalah bidah karena nabi saw tidak pernah melakukan tahlilan,
tetapi di kalangan kelompok NU( nahdatul ulama), tidak mempermasalahkanya
karena mereka melihat kebaikan-kebaikan yang ada di dalamnya. Rangkaian dalam
tahlilan yaitu antara lain pembacaan surat-surat pendek dari Alquran, maupun
kalimah-kalimah tayyibah seperti tasbih, tahmid, takbir. lain rumusan ulama yang keseluruhannya dibaca
secara berjamaah. Pembacaan tahlilan diyakini memperoleh pahala, kemudian
pahalanya dikirimkan kepada para ruh seperti disebutkan dalam point a
di atas, plus seluruh umat Islam baik yang sudah meninggal maupun yang masih
hidup, yang berada di daratan maupun di lautan (yang berada di udara tidak
disebut), yang berada di belahan barat maupun timur, yang berada di belahan
utara maupun selatan, yang mesti tidak pernah ditinggalkan adalah permohonan
ampunan kepada Allah bagi para ruh yang telah meninggal, syafaat Rasulullah,
dan hasanah dunia-akhirat. Uraian Hikmah Maulid Nabi Muhammad saw.
4.
Pembacaan
al-barjanji atau sholawatan. .
Berjanjen dibacakan
dengan seni khas(denngan menggunakan lagu-lagu jaman sekarang yang menjadikan
perjanjen disenangai oleh masyarakat karena lagunya yanga unik dan enak
didengar) dan waktunya yaitu setelah selesinya acara tahlilan.
Inti berjanjen adalah mengundang,
mangayubagya, dan menyanjung-nyanjung Nabi Muhammad saw sebagai rasa cinta
kepada beliau dengan ungkapan yang amat puitis atau dengan kata lain dan
singkat padat adalah mahabbaturrasul (cinta Rasul)
5.
Penutup.
Di acara yang akhir ini bisanya di isi dengan acara
makan-makan yang telah di sediakan oleh ibu-ibu yang teleh mempersiapkanya pada
sianga hari karene muludan ini atau maulid nabi ini biasanya di lakukan pada
malam hari karena melihat situasi. Yaitu apabila dilakukan pad asiang hari dan
warga desa masih banyak yang berkerja maka akan sedikit yang hadir makanya
maulid nabi ini dilakukan pada malam hari. Acara terakhir ini banyak di isi
oleh warga desa utuk bercerita-crita, ataupun bercanda gurau. Sehabis telah
selesaainya acara maka wargapun pulang dari surau atau masjid tempat mereka
melaksanakan acara tersebut (muludan atau maulud nabi) untuk beristirahat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Melihat dari pembahasan di atas sudah sangat jelaas, bahwa waisongo adalah
pembawa kebudayaan maulid nabi keindonesia. Sikap toleran walli songo
menimbulkan dampak negatif dan positif, di antaranya dampak positif yaitu walli
songo telah menimbulkan islamisasi secara besar-besaran di pulau jawa dengan
tanpa gejolak yang berarti.
Tradisi dan kepercayaan lama tidak mereka hapuskan secara radikal dan
frontal, tetapi yang mereka hilangkan hanyalah hal-hal yang jelas-jelas
bertentangan denan ajaran-ajaran islam, lalu diganti dengan unsur-unsur yang
ada dalam ajaran islam. Disilah terjadinya akulturasi antara tradisi dan
kepercayaan lokal suatu pihak, dengan ajaran dan kebudayaan islam pihak
lainnya.
Maslah perbedaan pandangan antara pihak yang pro dengan maulid nabi dan
kontra dengan maulid nabi, antara yang berpendapat bahwa maulid nabi itu adalah
bid’ah dan sebagian yang membolehkan malid nabi karena beralasan bahwa didalam
upacara itu banyak terdapat kebaikan-kebaikan yang tidak bertentangan dengan
unsur-unsur ajaran islam. Dan juga kita tahu bahwa walisongo telah mengganti
unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran islam dengan ajaran islam itu
sendri.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Ali, Mahrus, Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik
(Nariyah, Al-Fatih, Munjiyat, Thibbulk Qulub). Surabaya: La Tasyukl,
2007.
·
Bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah, Fatwa Kontemporer : Media
Hidayah, 2003.
·
Hart, Michael, The 100 a Rangking of the Most Influential Persons
in History,Diterjemahkan oleh Mahbub Djunaidi dengan judul:Seratus Tokoh
yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah. Jakarta: Pustaka, 1988.
·
Rida, Muhammad, Muhammad Rasul Allah. Kairo: al-Ahya’ al-Kutub,
l966.
·
Syuhaimin, Basyaruddin bin Nurdin Shalih, Membongkar Kesesatan
Tahlilan, Yasinan, Ruwahan, Tawassul, Istighosah, Ziarah, Maulid Nabi Saw.Bandung:
Mujahid Press,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar