Selasa, 04 Februari 2014

kajian terhadap sahih muslim


KAJIAN TERHADAP SAHIH MUSLIM
A.      Biografi imam musim
Nama lengkap beliau adalah Abu al-husain muslim al-hajaj bin kausyaz al qusyairi alnaisaburi. Beliau dinisbatkan kepada naisaburi karena dilahirkan dinasaiburi, sebuah kota kecil di iran sebelah timur laut. Ia dilahirkan pada tahun 204 H=820 M[1]. Imam muslim belajar hadis mulai usia kurang lebih 12 tahun yaitu pada tahun 218 H[2]. Kecenderungan Imam Muslim kepada ilmu hadits tergolong luar biasa. Keunggulannya dari sisi kecerdasan dan ketajaman hafalan, ia manfaatkan dengan sebaik mungkin. Di usia 10 tahun, Muslim kecil sering datang berguru pada Imam Ad Dakhili, seorang ahli hadits di kotanya. Setahun kemudian, Muslim mulai menghafal hadits dan berani mengoreksi kekeliruan gurunya ketika salah dalam periwayatan hadits. Seperti orang yang haus, kecintaanya dengan hadits menuntun Muslim bertuangalang ke berbagai tempat dan negara. Safar ke negeri lain menjadi kegiatan rutin bagi Muslim untuk mendapatkan silsilah yang benar sebuah hadits.
Dalam berbagai sumber, Muslim tercatat pernah ke Khurasan. Di kota ini Muslim bertemu dan berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih. Di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Pada rihlahnya ke Makkah untuk menunaikan haji 220 H, Muslim bertemu dengan Qa’nabi,- muhaddits kota ini- untuk belajar hadits padanya.
Selain itu Muslim juga menyempatkan diri ke Hijaz. di kota Hijaz ia belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas ‘Abuzar. Di Irak Muslim belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Kemudian di Mesir, Muslim berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya. Termasuk ke Syam, Muslim banyak belajar pada ulama hadits kota itu.
Tidak seperti kota-kota lainnya, bagi Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah Imam Muhaddits ini berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama ahli hadits. Terakhir Imam Muslim berkunjung pada 259 H. Saat itu, Imam Bukhari berkunjung ke Naisabur. Oleh Imam Muslim kesempatan ini digunakannya untuk berdiskusi sekaligus berguru pada Imam Bukhari.[3]
Imam musliam adalah seorang muhadis, hafid yang terpercaya. Beliau banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama hadis maupun ulama lainnaya. Al-khatib al-baghdadi meriwayatkan dengan sanad lengkap, dari ahmad bin salamah, katanya : saya melihat abu- zurah dan abu hatim senantiasa mengistimewakan dan mendahulukan muslim bin al-hajjaj di bidang pengetahuan hadis sahih atas guru-guru mereka pada masanya[4].
Berkat kegigihan dan kecintaannya pada hadits, Imam Muslim tercatat sebagai orang yang dikenal telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, menyebutkan, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, lanjutnya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sedang menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang ditulis dalam Shahih Muslim merupakan hasil saringan sekitar 300.000 hadits. Untuk menyelasekaikan kitab Sahihnya, Muslim membutuhkan tidak kurang dari 15 tahun.
Beliau telah menyusun banyak karya diantaranya kitab:
1.      Al-jami al- sahih
2.      Al-musnad al-kabir ala al- rijal
3.      Al-jami al-kabir
4.      As- asma wa al-kuna
5.      Al ‘llal
6.      Awham al-muhadisin
7.      At-tamyan
8.      Man laisa lahu illa rawin wahid
9.      Al-tabaqat al-tabi’in
10.  Al- mukhadramin
11.  Awlad al-sahabah
12.  Intifa bi uhub (julud) al-siba
13.  Al- aqran
14.  Al-sahih al-musnad
15.  Hadis amr bin syuaib
16.  Rijjal urwah dan
17.  Al-tarikh.[5]
Menurut laporan dari ibrahim bin muhammad bin sufyan imam muslim telah menyusun tiga kitab musnad, yaitu:
1.        Musnad yang beliau bacakan kepada masyarakat adalah sahih.
2.        Musnad yang memuat hadis-hadis, meskipun dari periwayat yang lemah.
3.        Musnad yang memuat hadis-hadis, meskipun sebagian hadis itu berasal dari periwayatan yang lemah.
Dari karya-karya tersebut sebagaiman ada yang dipublikasikan, dan sebagian lagi masih dalam bentuk manuskrip yang bertebaran di berbaga perpustakaan.  Dari segi kualitas, para ulam ahdis umumnyamenganggap bahwa al-jami al sahih merupakan karya terbaik imam muslim.
Akhirnya pada hari ahad sore, dalam usia 55tahun imam muslim wafat. Jenazahnya dimakamkan esok harinya, senin 25 rajab 261 H di kampunya di nasr abad, salah satu daerah di luar naisaburi.

A.    SISTEMATIKA SAHIH MUSLIM
Kitab sahih muslim ini disusun oleh imam muslim dengan sangat sistematis. Kitab ini diawalli dengan muqaddimah (pendahuluan) yang sangat bernilai dan dapat dikatakan merupakan karya paling dini dalam bidang ilmu usul al-hadis.[6] selalu mengedepankan ilmu jarh dan ta’dil.[7] Metode ini ia gunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Selain itu, Imam Muslim juga menggunakan metode sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat). Dalam kitabnya, Imam Muslim dalam menetapkan kesahihan hadits yang diriwayatkkanya dijumpai istilah haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarani (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), maupun qaalaa (ia berkata). Dengan metode ini menjadikan Imam Muslim sebagai orang kedua terbaik dalam masalah hadits dan seluk beluknya setelah Imam Bukhari
Setelah muqaddimah, beliau mengelompokan hadis-hadis yang berkaitan dengan dalam sau tema atau masalah pada suatu tempat. Namun perlu diketahui bahwa beliu tidak membuat nama atau judul kitab (dalam arti bagian) dan bab bagi kitabnya secara konkret, sebagaimana kita dapati pada sebagian naskah sahih muslim yang sudah dicetak. Judul-judul kitab dan bab sebenarnya tidak dibuat oleh imam muslim, tetappi dibuat oleh para pengulas kitab pada masa-masa berikutnya.diantara para pengulas yang dinilai sangat baik dalam membuat kreasi judul-judul bab dan sistem atika bab-babnya adalah imam nawawi dalam kitab syarah sahih muslim.

B.     METODE PENULISAN SAHIH MUSLIM
Dalam menyusun kitabnya, imam mmuslim menempuh metode yang bagus sekali. Beliau menghimpunmatan-matan hadis yang senada atau atau tema lengkap dangan sanad-sanadnya pada suatu tempat, tidak memotong atau memisah-misahkannya dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak mengulang-ulang penyebutan hadis kecuali dalam jumlah sedikit karena adanya kepentingan yang mendesak yang meghendaki adanya pengulangan, seperti untuk menambah manfaat pada sanad atau matan hadis.[8]
Selain itu, imam muslim pun selalu menggunakan kata-kata atau lafal dalam proses periwayatan hadis secara cermat. Apabila ada seorang periwayat berbeda dengan periwayat lainnya dalam menggunakan redaksi yang berbeda padahal makna dan tujuannya sama, maka beliau pun menjelaskannya.
Dalam menyusun dan memasukan hadis-hadis kedalam kitab sahihnya, imam muslim tidak menjelaskan syarat tertentu secara eksplisit.[9] Namun demikian, para ulama telah meneliti syarat-syaratnya itu melalui pengkajian terhadap kitabnya. Kesimpulan penellitian mereka, menyatakan bahwa syarat yang digunakan oleh imam muslim dalam kitab sahihnya ialah.
1.   Hanya meriwayatkan hadis dari para periwayat yang adil dan dabit (kuat hafalannya dan daya ingatnya misalnya tidak pelupa), dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya, serta amanah dan,
2.   Hanya meriwayatkan hadis-hadis yang musnad (lengkap sanadnya), muttasil (sambung-menyambung sanadnya), dan marfu (disandarkan kepada nabi saw.) beliau tidak meriwayatkan hadis yang mauquf dan mu’allaq.
Keterangan imam muslim dalam muqaddimah sahihnya, sebagaimana telah dikemukakan oleh imam nawawi dalam syarahnya, akan lebih dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai syarat-syarat yang di pakai dalam kitab sahihnya. Beliau mengategorikan hadis kepada tiga macam yaitu :
1.      Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat yang adil dan dhabit
2.      Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat yang tidak diketahui keadaanya (mastur) dan kekuatan hafalannya /ingatannya sedang-sedang saja.
3.      Hadis-hadis yang di riwayatkan oleh para periwayat yang lemah hafalannya dan para periwayat yang hadisnya ditinggalkan orang.
Dari ketiga kategori tersebut, apabila imam muslim telah selesai meriwayatkan hadis kategori pertama , beliau senantiasamenyertakan hadis kategori kedua. Sedangkan hadis kategori ketiga, beliau tidak meriwayatkannya.
Setelah selesai membukukan kitabnya, imam muslim memperlihatkan kitabnya kepada para pakar hadis terkemuka yaitu seorang huffaz makki bin abdan dari nasaibur. Ia berkata “ saya mendengar muslim berkata: “ aku perlihatkan kitabku kepada abu zurah al-razi.[10] Semua hadis yang di syaratkan oleh al-razi ada kelemahannya, aku meninggalkannya. Dansemua hadis yagn dikatakannya sahih, itulah yang kuriwayatkan.”[11] Ini menunjukan ke-tawadu-an atau kerendahatiannya.
Imam muslim pun sangan berhati-hati dalam memilih ataupun menyeleksi hadis. Ia senantiasa berdasar pada argumen yang jelas. Beliau pernah menuturkan (aku tidak mencantumkan satu hadis pun kedalam kitabku ini melainkan ada alasanya dan aku tidak menggugurkan satu hadis pun melainkan karena ada alasannya).
C.      PENILAIAN TERHADAP SAHIIH MUSLIM DAN NILAI HADIS-HADISNYA
Menurut para ulam hadis, kitab hadis muslim ini memiliki banyak kelebihan, yaitu :
a.      Susunan isinya sangat tertib dan sistematis,
b.      Pemilihan redaksi (matan) hadisnya sangat teliti dan cermat,[12]
c.       Seleksi dan akumulasi sanadnya sangat teliti, tidak tertukar-tukar, tidak lebih dan tidak kurang,
d.      Penempatan dan penglompokan hadis-hadis kedalam tema atau tempat tertentu, sehingga sedikit sekali terjadi pengulangan penyebutan hadis.[13]
adapun nilai hadis-hadis yang terdapat dalam sahih muslim pada umumnya berkualitas sahih , atau dinilai sahih oleh sebagian besar ulama hadis. Jadi tidak semua hadis dalam kitab ini berkualitas sahih, dan tidak pula berarti hadis-hadis diluar kitab ini kualitasnya tidak sahih. Dalam kaitannya ini imam muslim pernah menyatakan bahwa ia tidak memasukkan semua hadis sahiih kedalam kitabnya, melainkan hanya hadis-hadis yang di sepakati oleh ulama saja.[14]menuruut ibnu salah, mungkin yang dimaksud itu ialah beliau hanya memasukan hadis yang memenuhi persyaratan sahih yang telah disepakati oleh para ulama hadis.
Para ulama hadis sering membandingkan nilai hadis-hadis dalam kitab ini dengan yang terdapat dalam kitab lainnya. Umumnya mereka menilai bahwa  kualitas hadis-hadis dalam kitab ini menempati posisi kedua setelah sahih bukhari. Alasan mengapa mereka menempatkan sahih muslim psda posisi kedua adalah karena kreteria sleksi kesahihan hadis yang dipakai olehnya lebih longgar dari pada yang dipakai oleh imam bukhari, gurunya. Jika imam bukhari mensyaratkan adanya pertemuan (liqa’) antara guru dan murid bagi hadis-hadis dalam kitabnya, maka imam muslim dapat meneriwa periwayatan hadis-hadis asalkan guru dan murid yang melakukan periwayatan tersebut pernah hidup dalam satu masa (mu’asarah) tertentu, tidak harus pernah bertemu.
Akan tetapi, walaupun hadis-hadis dalam sahih muslim dinilai sahih, tidak berarti seluruhnya terbebas dari keritik. Dalam kitab ini terdapat sejumlah hadis yang dikritik (muntaqadat), sekalipun jjumlah dan persentasenya sangat kecil. Kritik-kritik tersebut umumnya berkaitan dengan matan atau teks hadis. Di antara kritik dari segi matanya, misalnya hadis yang dianggap maqlub, yakni hadis yang berbeda dengan hadis lain dikarenakan adanya pemindahan atau tukar-menukar, yang tetrjadi pada redaksi atau kata-katanya. Dalam kaitan ini imam muslim meriwayatkan hadis dari abu hurairah r.a.[15]
Yang artinya:
........dan seseorang yang mensedekahkan sesuatu dengan cara sembunyi-sembunyi, sehingga (seolah-olah) tangan kanannya tidak mengetahui apapun yang di infakan olah tangan kirinya.
Dalam matan atu teks hadis diatas terdapat pemutar balikan, jika dibandingkan dengan hadis yang serupa yang terdapat dalam sahih bukhari [16], yang berbunyi :
.........sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang di infakan pleh tangan kananya.
Menurut logika dan budaya, teks hadis yang disebutkan belakangan lebih shalih), seperti halnya memberi infak.
Adapun kritik yang berkaitan dengan sanadnya, ad-daruqutni menyatakan bahwa dalam kitab sahih muslim terdapat 132 buah hadis yang musnad-daif, namun tidak sampai maudhu, dan munkar. Selain itu adapula yang melontarkan dalam kitab soheh muslim terdapat iga buah hadis mu’allaq, yaitu dalam bab tayamum, kitab al-hudud dan kitab al-buyu’, namun setelah setelah diteliti, ternyata imam muslim meriwayatkan hadis tersebut ditempat yang lain secara bersambung (muttasil), dan menyebutkan periwayat yang meriwayatkannya. Adapula yang menganggap bahwa dalam sahih muslim terdapat 14 buah hadis yang dinilali munqati’ (terputus, karena terdapat periwayat sebelum level sahabat yang tidak disebutkan), dalam bab tayamum. Salat dan rajam.
Namun keritikan-keritikan iti telah dijawab oleh para pakar hadis yang lain. Misalnya imam abu amral-salih menjawab keritikan dari al-jiyani, dengan mengatakan bahwa “pemutusan” sanad ditempuh hanya sebagai metode agar lebih efisiensi. Sementara itu, terkait dengan penilaian adanya hadis da’if, imam nawawi menjelaskan bahwa adanya hadis daif dikarenakan adanya perbedaan pandangan.sedangkan mengenai pemakaian hadis daif digunakan hanya sebagai data penguat saja, bukan pada hadis utama/asalnya.
Selain itu, jika dicermati ternyata hadis-hadis yang dianggap muallaq dan munqati’ itu semuanya muttasil. Kemuttasil-an itu terkadang dapat diketahui pada kitab (bagian) atau bab lain dalam sahih muslim itu sendiri, dan terkadang pada kitab koleksi hadis lainnya.
Hadis-hadis dalam sahih muslim yang dikritik oleh sebagian orang pada umumnya telah dijelaskan secara gamblang oleh imam nawawi dalam kitabnya, al-minhaj fi syarhi sahih muslim bin hajjaj. Namun demikian tentu saja peluang untuk melakukan penelitian dan kritik terhadap sahih muslim masih tetap terbuka.


[1] Berbagai referensi lain menyatakan bahwa beliau lahir tahun 206H.
[2] Muhammad muhammad abu syuhbah (selanjutnya ditulis abu syuhbah), fi rihab al-sunnah al-kutub al-sihah al-sittah,(kairo; majma al-buhus al-islamiayah, 1389H=18969M.)
[3]  Muhammad ismail syaban, al-madkhal li dirosah al-quran wa al-sunnah (kairo: dar al-ansari, t.th.)
[4] Abu syuhbah, fi rihab...83
[5] Ibid, 84, al-husaini abd al-majid Hasyim, usul al-hadis al-nabawi ulumuh wa maqayisuh (kairo : dal al syuruq, 1406H), 210 dan muhammad mustafa azami, studies....95.
[6] Dalam muqadddimahnya imam muslim menguraikan tentang pembagian dan macam-macam hadis, hadis-hadis yang di muat daam sahihnya, keadaan paraperiwayatnya, penjelasan tentang larangan berdusta atas nama rasullallah saw, anjuran agar berhati-hati dslsm meriwayatkan hadis, dan larangan meriwayatkan hadis dari periwayat yang lemah dan yang ditinggalkan hadisnya, dan menerangkan bahwa sanad merupakan bagian dari agama. Beliau pun menguraikan secara panjang lebar tentang berhujah dengan hadis mu’an’an. Lihat abu syuhbah...90-91.
[7] Jarh secara etomologis berarti melukai, sedangkan secara terminologis berarti tindakan seseorang mengkritik seorang perawi yang dinilai tidak memenuhi standar penerimaan riwayat dengan menyebutkan sifat-sifat tidak baik yang dimiliki oleh perawi tersebut sehingga riwayatnya tidak diterima. Adapun ta’dīl secara etimologis berarti menyeimbangkan sesuatu dengan yang lain, sedangkan secara terminologis berarti tindakan seseorang menilai sifat seorang perawi dengan menyebutkan sifat-sifat baik yang dimiliki oleh perawi tersebut sehingga riwayatnya dapat diterima. Lebih lanjut lihat Hasan Muhammad Maqbūli al-Ahdal, Mushthalah al-Hadīts wa Rijāluhu (Sana’ā: Maktabah al-Jail al-Jadīd, 1414 H/ 1993 M), h., 190.
[8] Abu syuahbah, fi rihab...89.
[9] Ini berlaku pada selain hadis mu’an’an. Dalam muqaddimah sahihnya, beliau menyatakan bahwa hadis mu’an’an dipandang muttasil (bersambung sanadnya) dengan ketentuan mu’asarah, yakni periwayatan yang satu hidup semasa dengan periwayat lain, tidak disyaratkan para periwayat pernah bertemu. Namun ia pun setuju kepada orang yang mensyaratkannya.
[10] Ia adalah seorang ahli hadis kenamaan, yang hidup satu masa dengan imam muslim dan jarang bandingannya dalam kekuatan hafalannya, kecerdasan, keberagaman, keikhlasan, keilmuan dan amalannya. Ia wafat pada tahun 264 H.
[11] Lihat abu syuhbah, fi rihab...86-87.
[12] Muslim banyak meriwayatkan hadis secara bi al-lafz, karenanya, jika terjadi perbedaan redaksi antara sahih al-bukhari dan sahih muslim, para ulama umumnya cenderung memilih redaksi yang terdapat dalam sahiih muslim. Lihat ensikllopedia islam, vol.II (jakarta: ichtiar van hoeve,1994),53.
[13] Inilah faktor-faktor yang dijadikan argumen untuk menempatkan posisi sahih muslim pada peringkat tertinggi jika di bandingkan dengan kitab –kitab koleksi hadis lainnya. Namun demikian, jika dilihat dari kualitas/otentitas dan kuantitas/kekayaan hadisnya sahih muslim ini peringkatnya ini dibawah sahih bukhari.
[14] Muhammad abd al-aziz al-khuli, miftah al-sunah aw tarikh al-funun al-hadis (beirut: dar al-kutub,1980), 47.
[15] Muslim, sahih muslim jus 1,kitab az-zakat, bab fadl akhfa al-shadaqoh, hadis nomor 1.031,455.
[16] Sahih al-bukhari, kitab al-zakat hadis no.1334.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar