KAJIAN TERHADAP SAHIH MUSLIM
A. Biografi imam
musim
Nama lengkap beliau adalah Abu
al-husain muslim al-hajaj bin kausyaz al qusyairi alnaisaburi. Beliau
dinisbatkan kepada naisaburi karena dilahirkan dinasaiburi, sebuah kota kecil
di iran sebelah timur laut. Ia dilahirkan pada tahun 204 H=820 M[1].
Imam muslim belajar hadis mulai usia kurang lebih 12 tahun yaitu pada tahun 218
H[2]. Kecenderungan
Imam Muslim kepada ilmu hadits tergolong luar biasa. Keunggulannya dari sisi
kecerdasan dan ketajaman hafalan, ia manfaatkan dengan sebaik mungkin. Di usia
10 tahun, Muslim kecil sering datang berguru pada Imam Ad Dakhili, seorang ahli
hadits di kotanya. Setahun kemudian, Muslim mulai menghafal hadits dan berani
mengoreksi kekeliruan gurunya ketika salah dalam periwayatan hadits. Seperti
orang yang haus, kecintaanya dengan hadits menuntun Muslim bertuangalang ke
berbagai tempat dan negara. Safar ke negeri lain menjadi kegiatan rutin bagi
Muslim untuk mendapatkan silsilah yang benar sebuah hadits.
Dalam berbagai
sumber, Muslim tercatat pernah ke Khurasan. Di kota ini Muslim bertemu dan
berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih. Di Ray ia berguru kepada
Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Pada rihlahnya ke Makkah untuk menunaikan
haji 220 H, Muslim bertemu dengan Qa’nabi,- muhaddits kota ini- untuk belajar
hadits padanya.
Selain itu
Muslim juga menyempatkan diri ke Hijaz. di kota Hijaz ia belajar kepada Sa’id
bin Mansur dan Abu Mas ‘Abuzar. Di Irak Muslim belajar hadits kepada Ahmad bin
Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Kemudian di Mesir, Muslim berguru kepada ‘Amr
bin Sawad dan Harmalah bin Yahya. Termasuk ke Syam, Muslim banyak belajar pada
ulama hadits kota itu.
Tidak seperti
kota-kota lainnya, bagi Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota
inilah Imam Muhaddits ini berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama
ahli hadits. Terakhir Imam Muslim berkunjung pada 259 H. Saat itu, Imam Bukhari
berkunjung ke Naisabur. Oleh Imam Muslim kesempatan ini digunakannya untuk
berdiskusi sekaligus berguru pada Imam Bukhari.[3]
Imam musliam adalah seorang muhadis,
hafid yang terpercaya. Beliau banyak menerima pujian dan pengakuan dari para
ulama hadis maupun ulama lainnaya. Al-khatib al-baghdadi meriwayatkan dengan
sanad lengkap, dari ahmad bin salamah, katanya : saya melihat abu- zurah dan
abu hatim senantiasa mengistimewakan dan mendahulukan muslim bin al-hajjaj di
bidang pengetahuan hadis sahih atas guru-guru mereka pada masanya[4].
Berkat
kegigihan dan kecintaannya pada hadits, Imam Muslim tercatat sebagai orang yang
dikenal telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Muhammad Ajaj Al Khatib, guru
besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, menyebutkan, hadits yang
tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits
tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, lanjutnya, berjumlah
sekitar 10.000 hadits. Sedang menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir,
hadits yang terdapat dalam karya Muslim berjumlah 4.000 hadits tanpa
pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang ditulis dalam
Shahih Muslim merupakan hasil saringan sekitar 300.000 hadits. Untuk
menyelasekaikan kitab Sahihnya, Muslim membutuhkan tidak kurang dari 15 tahun.
Beliau telah menyusun banyak karya
diantaranya kitab:
1. Al-jami al-
sahih
2. Al-musnad
al-kabir ala al- rijal
3. Al-jami al-kabir
4. As- asma wa
al-kuna
5. Al ‘llal
6. Awham
al-muhadisin
7. At-tamyan
8. Man laisa lahu
illa rawin wahid
9. Al-tabaqat
al-tabi’in
10. Al- mukhadramin
11. Awlad al-sahabah
12. Intifa bi uhub
(julud) al-siba
13. Al- aqran
14. Al-sahih
al-musnad
15. Hadis amr bin
syuaib
16. Rijjal urwah dan
17. Al-tarikh.[5]
Menurut laporan dari ibrahim bin
muhammad bin sufyan imam muslim telah menyusun tiga kitab musnad, yaitu:
1.
Musnad yang beliau bacakan kepada masyarakat adalah
sahih.
2.
Musnad yang memuat hadis-hadis, meskipun dari
periwayat yang lemah.
3.
Musnad yang memuat hadis-hadis, meskipun sebagian
hadis itu berasal dari periwayatan yang lemah.
Dari
karya-karya tersebut sebagaiman ada yang dipublikasikan, dan sebagian lagi
masih dalam bentuk manuskrip yang bertebaran di berbaga perpustakaan. Dari segi kualitas, para ulam ahdis
umumnyamenganggap bahwa al-jami al sahih merupakan karya terbaik imam muslim.
Akhirnya
pada hari ahad sore, dalam usia 55tahun imam muslim wafat. Jenazahnya
dimakamkan esok harinya, senin 25 rajab 261 H di kampunya di nasr abad, salah
satu daerah di luar naisaburi.
A. SISTEMATIKA
SAHIH MUSLIM
Kitab
sahih muslim ini disusun oleh imam muslim dengan sangat sistematis. Kitab ini
diawalli dengan muqaddimah (pendahuluan) yang sangat bernilai dan dapat
dikatakan merupakan karya paling dini dalam bidang ilmu usul al-hadis.[6]
selalu mengedepankan ilmu jarh dan ta’dil.[7]
Metode ini ia gunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Selain itu,
Imam Muslim juga menggunakan metode sighat at tahammul (metode-metode
penerimaan riwayat). Dalam kitabnya, Imam Muslim dalam menetapkan kesahihan
hadits yang diriwayatkkanya dijumpai istilah haddasani (menyampaikan kepada
saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarani (mengabarkan kepada
saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), maupun qaalaa (ia berkata). Dengan
metode ini menjadikan Imam Muslim sebagai orang kedua terbaik dalam masalah
hadits dan seluk beluknya setelah Imam Bukhari
Setelah
muqaddimah, beliau mengelompokan hadis-hadis yang berkaitan dengan dalam sau
tema atau masalah pada suatu tempat. Namun perlu diketahui bahwa beliu tidak
membuat nama atau judul kitab (dalam arti bagian) dan bab bagi kitabnya secara
konkret, sebagaimana kita dapati pada sebagian naskah sahih muslim yang sudah
dicetak. Judul-judul kitab dan bab sebenarnya tidak dibuat oleh imam muslim,
tetappi dibuat oleh para pengulas kitab pada masa-masa berikutnya.diantara para
pengulas yang dinilai sangat baik dalam membuat kreasi judul-judul bab dan
sistem atika bab-babnya adalah imam nawawi dalam kitab syarah sahih muslim.
B.
METODE PENULISAN SAHIH MUSLIM
Dalam menyusun kitabnya, imam mmuslim
menempuh metode yang bagus sekali. Beliau menghimpunmatan-matan hadis yang
senada atau atau tema lengkap dangan sanad-sanadnya pada suatu tempat, tidak
memotong atau memisah-misahkannya dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak
mengulang-ulang penyebutan hadis kecuali dalam jumlah sedikit karena adanya
kepentingan yang mendesak yang meghendaki adanya pengulangan, seperti untuk
menambah manfaat pada sanad atau matan hadis.[8]
Selain itu, imam muslim pun selalu
menggunakan kata-kata atau lafal dalam proses periwayatan hadis secara cermat.
Apabila ada seorang periwayat berbeda dengan periwayat lainnya dalam
menggunakan redaksi yang berbeda padahal makna dan tujuannya sama, maka beliau
pun menjelaskannya.
Dalam menyusun dan memasukan
hadis-hadis kedalam kitab sahihnya, imam muslim tidak menjelaskan syarat
tertentu secara eksplisit.[9]
Namun demikian, para ulama telah meneliti syarat-syaratnya itu melalui
pengkajian terhadap kitabnya. Kesimpulan penellitian mereka, menyatakan bahwa
syarat yang digunakan oleh imam muslim dalam kitab sahihnya ialah.
1. Hanya
meriwayatkan hadis dari para periwayat yang adil dan dabit (kuat hafalannya dan
daya ingatnya misalnya tidak pelupa), dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya,
serta amanah dan,
2. Hanya
meriwayatkan hadis-hadis yang musnad (lengkap sanadnya), muttasil
(sambung-menyambung sanadnya), dan marfu (disandarkan kepada nabi saw.) beliau
tidak meriwayatkan hadis yang mauquf dan mu’allaq.
Keterangan
imam muslim dalam muqaddimah sahihnya, sebagaimana telah dikemukakan oleh imam
nawawi dalam syarahnya, akan lebih dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai syarat-syarat yang di pakai dalam kitab sahihnya. Beliau
mengategorikan hadis kepada tiga macam yaitu :
1. Hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh para periwayat yang adil dan dhabit
2. Hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh para periwayat yang tidak diketahui keadaanya (mastur) dan
kekuatan hafalannya /ingatannya sedang-sedang saja.
3. Hadis-hadis yang
di riwayatkan oleh para periwayat yang lemah hafalannya dan para periwayat yang
hadisnya ditinggalkan orang.
Dari ketiga kategori tersebut,
apabila imam muslim telah selesai meriwayatkan hadis kategori pertama , beliau
senantiasamenyertakan hadis kategori kedua. Sedangkan hadis kategori ketiga,
beliau tidak meriwayatkannya.
Setelah selesai membukukan kitabnya,
imam muslim memperlihatkan kitabnya kepada para pakar hadis terkemuka yaitu
seorang huffaz makki bin abdan dari nasaibur. Ia berkata “ saya mendengar
muslim berkata: “ aku perlihatkan kitabku kepada abu zurah al-razi.[10]
Semua hadis yang di syaratkan oleh al-razi ada kelemahannya, aku
meninggalkannya. Dansemua hadis yagn dikatakannya sahih, itulah yang
kuriwayatkan.”[11] Ini
menunjukan ke-tawadu-an atau kerendahatiannya.
Imam muslim pun sangan berhati-hati
dalam memilih ataupun menyeleksi hadis. Ia senantiasa berdasar pada argumen
yang jelas. Beliau pernah menuturkan (aku tidak mencantumkan satu hadis pun
kedalam kitabku ini melainkan ada alasanya dan aku tidak menggugurkan satu
hadis pun melainkan karena ada alasannya).
C. PENILAIAN
TERHADAP SAHIIH MUSLIM DAN NILAI HADIS-HADISNYA
Menurut para ulam hadis, kitab hadis muslim ini memiliki
banyak kelebihan, yaitu :
a.
Susunan isinya sangat tertib dan sistematis,
b.
Pemilihan redaksi (matan) hadisnya sangat teliti dan
cermat,[12]
c.
Seleksi dan akumulasi sanadnya sangat teliti, tidak
tertukar-tukar, tidak lebih dan tidak kurang,
d.
Penempatan dan penglompokan hadis-hadis kedalam tema
atau tempat tertentu, sehingga sedikit sekali terjadi pengulangan penyebutan
hadis.[13]
adapun nilai hadis-hadis yang
terdapat dalam sahih muslim pada umumnya berkualitas sahih , atau dinilai sahih
oleh sebagian besar ulama hadis. Jadi tidak semua hadis dalam kitab ini
berkualitas sahih, dan tidak pula berarti hadis-hadis diluar kitab ini
kualitasnya tidak sahih. Dalam kaitannya ini imam muslim pernah menyatakan
bahwa ia tidak memasukkan semua hadis sahiih kedalam kitabnya, melainkan hanya
hadis-hadis yang di sepakati oleh ulama saja.[14]menuruut
ibnu salah, mungkin yang dimaksud itu ialah beliau hanya memasukan hadis yang
memenuhi persyaratan sahih yang telah disepakati oleh para ulama hadis.
Para ulama hadis sering membandingkan
nilai hadis-hadis dalam kitab ini dengan yang terdapat dalam kitab lainnya.
Umumnya mereka menilai bahwa kualitas
hadis-hadis dalam kitab ini menempati posisi kedua setelah sahih bukhari.
Alasan mengapa mereka menempatkan sahih muslim psda posisi kedua adalah karena
kreteria sleksi kesahihan hadis yang dipakai olehnya lebih longgar dari pada
yang dipakai oleh imam bukhari, gurunya. Jika imam bukhari mensyaratkan adanya
pertemuan (liqa’) antara guru dan murid bagi hadis-hadis dalam kitabnya, maka
imam muslim dapat meneriwa periwayatan hadis-hadis asalkan guru dan murid yang
melakukan periwayatan tersebut pernah hidup dalam satu masa (mu’asarah)
tertentu, tidak harus pernah bertemu.
Akan tetapi, walaupun hadis-hadis
dalam sahih muslim dinilai sahih, tidak berarti seluruhnya terbebas dari
keritik. Dalam kitab ini terdapat sejumlah hadis yang dikritik (muntaqadat),
sekalipun jjumlah dan persentasenya sangat kecil. Kritik-kritik tersebut
umumnya berkaitan dengan matan atau teks hadis. Di antara kritik dari segi
matanya, misalnya hadis yang dianggap maqlub, yakni hadis yang berbeda dengan
hadis lain dikarenakan adanya pemindahan atau tukar-menukar, yang tetrjadi pada
redaksi atau kata-katanya. Dalam kaitan ini imam muslim meriwayatkan hadis dari
abu hurairah r.a.[15]
Yang artinya:
........dan seseorang yang
mensedekahkan sesuatu dengan cara sembunyi-sembunyi, sehingga (seolah-olah)
tangan kanannya tidak mengetahui apapun yang di infakan olah tangan kirinya.
Dalam matan atu teks hadis diatas terdapat
pemutar balikan, jika dibandingkan dengan hadis yang serupa yang terdapat dalam
sahih bukhari [16], yang
berbunyi :
.........sehingga tangan kirinya
tidak mengetahui apa yang di infakan pleh tangan kananya.
Menurut logika dan budaya, teks hadis
yang disebutkan belakangan lebih shalih), seperti halnya memberi infak.
Adapun kritik yang berkaitan dengan
sanadnya, ad-daruqutni menyatakan bahwa dalam kitab sahih muslim terdapat 132
buah hadis yang musnad-daif, namun tidak sampai maudhu, dan munkar. Selain itu
adapula yang melontarkan dalam kitab soheh muslim terdapat iga buah hadis
mu’allaq, yaitu dalam bab tayamum, kitab al-hudud dan kitab al-buyu’, namun
setelah setelah diteliti, ternyata imam muslim meriwayatkan hadis tersebut
ditempat yang lain secara bersambung (muttasil), dan menyebutkan periwayat yang
meriwayatkannya. Adapula yang menganggap bahwa dalam sahih muslim terdapat 14
buah hadis yang dinilali munqati’ (terputus, karena terdapat periwayat sebelum
level sahabat yang tidak disebutkan), dalam bab tayamum. Salat dan rajam.
Namun keritikan-keritikan iti telah
dijawab oleh para pakar hadis yang lain. Misalnya imam abu amral-salih menjawab
keritikan dari al-jiyani, dengan mengatakan bahwa “pemutusan” sanad ditempuh
hanya sebagai metode agar lebih efisiensi. Sementara itu, terkait dengan
penilaian adanya hadis da’if, imam nawawi menjelaskan bahwa adanya hadis daif
dikarenakan adanya perbedaan pandangan.sedangkan mengenai pemakaian hadis daif
digunakan hanya sebagai data penguat saja, bukan pada hadis utama/asalnya.
Selain itu, jika dicermati ternyata
hadis-hadis yang dianggap muallaq dan munqati’ itu semuanya muttasil.
Kemuttasil-an itu terkadang dapat diketahui pada kitab (bagian) atau bab lain
dalam sahih muslim itu sendiri, dan terkadang pada kitab koleksi hadis lainnya.
Hadis-hadis dalam sahih muslim yang
dikritik oleh sebagian orang pada umumnya telah dijelaskan secara gamblang oleh
imam nawawi dalam kitabnya, al-minhaj fi syarhi sahih muslim bin hajjaj. Namun
demikian tentu saja peluang untuk melakukan penelitian dan kritik terhadap
sahih muslim masih tetap terbuka.
[1]
Berbagai referensi lain menyatakan bahwa beliau lahir tahun 206H.
[2]
Muhammad muhammad abu syuhbah (selanjutnya ditulis abu syuhbah), fi rihab
al-sunnah al-kutub al-sihah al-sittah,(kairo; majma al-buhus al-islamiayah,
1389H=18969M.)
[3] Muhammad ismail syaban, al-madkhal li dirosah
al-quran wa al-sunnah (kairo: dar al-ansari, t.th.)
[4]
Abu syuhbah, fi rihab...83
[5]
Ibid, 84, al-husaini abd al-majid Hasyim, usul al-hadis al-nabawi ulumuh wa
maqayisuh (kairo : dal al syuruq, 1406H), 210 dan muhammad mustafa azami,
studies....95.
[6] Dalam
muqadddimahnya imam muslim menguraikan tentang pembagian dan macam-macam hadis,
hadis-hadis yang di muat daam sahihnya, keadaan paraperiwayatnya, penjelasan
tentang larangan berdusta atas nama rasullallah saw, anjuran agar berhati-hati
dslsm meriwayatkan hadis, dan larangan meriwayatkan hadis dari periwayat yang
lemah dan yang ditinggalkan hadisnya, dan menerangkan bahwa sanad merupakan
bagian dari agama. Beliau pun menguraikan secara panjang lebar tentang berhujah
dengan hadis mu’an’an. Lihat abu syuhbah...90-91.
[7]
Jarh secara etomologis berarti melukai, sedangkan secara terminologis
berarti tindakan seseorang mengkritik seorang perawi yang dinilai tidak
memenuhi standar penerimaan riwayat dengan menyebutkan sifat-sifat tidak baik
yang dimiliki oleh perawi tersebut sehingga riwayatnya tidak diterima. Adapun ta’dīl
secara etimologis berarti menyeimbangkan sesuatu dengan yang lain, sedangkan
secara terminologis berarti tindakan seseorang menilai sifat seorang perawi
dengan menyebutkan sifat-sifat baik yang dimiliki oleh perawi tersebut sehingga
riwayatnya dapat diterima. Lebih lanjut lihat Hasan Muhammad Maqbūli al-Ahdal, Mushthalah
al-Hadīts wa Rijāluhu (Sana’ā: Maktabah al-Jail al-Jadīd, 1414 H/ 1993 M),
h., 190.
[8]
Abu syuahbah, fi rihab...89.
[9]
Ini berlaku pada selain hadis mu’an’an. Dalam muqaddimah sahihnya, beliau
menyatakan bahwa hadis mu’an’an dipandang muttasil (bersambung sanadnya) dengan
ketentuan mu’asarah, yakni periwayatan yang satu hidup semasa dengan periwayat
lain, tidak disyaratkan para periwayat pernah bertemu. Namun ia pun setuju
kepada orang yang mensyaratkannya.
[10] Ia
adalah seorang ahli hadis kenamaan, yang hidup satu masa dengan imam muslim dan
jarang bandingannya dalam kekuatan hafalannya, kecerdasan, keberagaman,
keikhlasan, keilmuan dan amalannya. Ia wafat pada tahun 264 H.
[11] Lihat
abu syuhbah, fi rihab...86-87.
[12] Muslim
banyak meriwayatkan hadis secara bi al-lafz, karenanya, jika terjadi perbedaan
redaksi antara sahih al-bukhari dan sahih muslim, para ulama umumnya cenderung
memilih redaksi yang terdapat dalam sahiih muslim. Lihat ensikllopedia islam,
vol.II (jakarta: ichtiar van hoeve,1994),53.
[13] Inilah
faktor-faktor yang dijadikan argumen untuk menempatkan posisi sahih muslim pada
peringkat tertinggi jika di bandingkan dengan kitab –kitab koleksi hadis
lainnya. Namun demikian, jika dilihat dari kualitas/otentitas dan
kuantitas/kekayaan hadisnya sahih muslim ini peringkatnya ini dibawah sahih
bukhari.
[14]
Muhammad abd al-aziz al-khuli, miftah al-sunah aw tarikh al-funun al-hadis
(beirut: dar al-kutub,1980), 47.
[15] Muslim,
sahih muslim jus 1,kitab az-zakat, bab fadl akhfa al-shadaqoh, hadis nomor
1.031,455.
[16]
Sahih al-bukhari, kitab al-zakat hadis no.1334.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar