Rabu, 05 Februari 2014

sejarah kebudayaan islam dan budaya lokal


KATA PENGANTAR

Puji dan sukur kita panjatkan kepaada sang pencipta alam semesta, sumber dari seluruh inspirasi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat kemampuannya dan petunjuknya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan muda sukses paripurna, teladan mulia, inspirator cerdas, motifator tangguh dalam segala aspek kehidupan yakni Nabi Muhamad SAW, juga kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in, serta pengikut-pengkutnya hingga hari akhir nanti.
Ucapan terima kasih keepada semua pihak yang terliba secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam penulisan makalah ini, terimakasih kepada Prof. Dr. Fauzan Naif, M.A selaku dosen pembimbing  mata kuliah SKI dan Budaya Lokal yang telah membimbing kami , dan kepada teman-teman yang telah memberi motifasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “BUDAYA MULUDDAN ATAU MAULID NABI DI DAERAH KEBUMEN”
Penulis mengaku masih banyak kekurangan dala penyusunan makalah ini, tetapi penulis berharap agar makalah ini bisa memberikan manfaat dan pengetahuan bagi semuanya. Amin.













DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ...........................................................................................................  1
DAFTAR ISI ....................................................................................................................  2
BAB IPENDAHULUAN ....................................................................................................  3
A.      Latar belakang masalah ...................................................................................  3

B.      Rumusan masalah ............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................  4
A.      Pengertian maulid nabi.....................................................................................  4

B.      Sejarah singkat peringatan maulid nabi...........................................................  5

C.      Unsur-unsur pokok peringatan maulid nabi.....................................................   6

D.     Rangkaian acara muluddan di daerah kebumen .............................................  9
BAB III PENUTUP...........................................................................................................   12
A.      Kesimpulan.......................................................................................................   12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................   13









BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang.

Masyarakat jawa dipercayai memiliki budaya yang sangat khas dan sangat berfariasi(bermacam-macam). Dan menjunjung tinggi sifat-sifat luhur dan kebudayaanya (termasuk berbagai macam seni, sastra dan kebudayaan) yang dimilikinya. Dalam konteks Indonesia kebudayan jawa merupakan salah satu kebudayaan lokal yang berpengruh penting karena dimiliki sebagaian besar enik terbesar di indonesai. Nilai-nlai islam memilliki arti penting bagi kebudayaan jawa karena mayoritas masyarakat jawa beragama dan memelik agama islam. Dengan demikian hubungan nilai-nilai islaam dengan kebudayaan jawa menjadi menarik karena keberadaan islam dan budaya jawa yang cukup dominan pada bangsa indonesia.

B.   Rummusan Masalah.
·           Siapa yang membawa kebudayaan muluddan atau maulud nabu ke indonesia?
·           Sesuaikah kebudayaan muluddan dengan unsur-unsur yang ada dalaam agama islam.













BAB II
PEMBAHASAN
BUDAYA MULUDAN ATAU MAULID NABI DI DAERAH KEBUMEN
A.   Pengertian Maulid Nabi.
Ada kekeliruan umum dalam penyebutan  kelahiran Nabi Muhammad saw, yaitu ‘maulud’. Peringatan tentang kelahiran Nabi Muhammad saw yang bertolak dari kesalahan penyebutan ini berlanjut kepada penamaan peringatan itu, yaitu ‘Peringatan Maulud Nabi saw’ atau disingkat ‘mauludan’, atau ‘muludan’. Secara leksikal, kata ‘maulud’ berarti ‘yang dilahirkan’. Sementara itu yang dimaksud dengan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad saw, bukan ‘yang dilahirkan’, melainkan menyangkut berbagai hal tentang kelahiran beliau, seperti: hari kelahirannya itu sendiri, sejarahnya, perilakunya semasa hidup, kematiannya, hingga pengaruhnya dalam masyarakat dunia dari generasi ke generasi. Kata yang tepat untuk tujuan itu adalah ‘maulid’ dan lengkapnya ‘Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw’.
Kata ‘maulid’ terambil dari perpindahan kata ‘walada, yuwaladu, maulidan’, yang arti kata ‘maulidan’ adalah kelahiran. ‘Maulid Nabi Muhammad saw’ berarti kelahiran Nabi Muhammad saw. Secara praktis bukan hanya memperingati  hari  kelahiran Nabi Muhammad saw, melainkan juga berbagai hal yang berkenaan dengan eksistensi Nabi Muhammad saw sejak dari peristiwa-peristiwa berkenaan dengan sebelum maupun saat-saat kelahirannya hingga pengaruhnya dalam peradaban dunia setelah beliau wafat. Pribadi Nabi Muhammad saw adalah orang yang paling berpengaruh di dunia hingga sekarang (Hart, 1988 : 1),
Menurut catatan sejarah, hari kelahiran Nabi Muhammad saw berfariatif. Antara lain tanggal kelahiran beliau disebutkan 9 Rabi’ul Awwal dan 12 Rabi’ul Awwal. Berkenaan dengan ini, Abdullah bin Baz menyatakan sebagai berikut:
Secara historis-sosiologis tanggal kelahiran Rasulullah saw tidak diketahui secara pasti. Bahkan, sebagian ahli sejarah di masa kini yang mengadakan penelitian (research) menyatakan bahwa tanggal kelahiran Nabi saw adalah 9 Rabi’ul Awwal bukan 12 Rabi’ul Awwal. Dengan demikian perayaan memperingati Maulid Nabi saw pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal dari sisi sejarah tidak ada dasarnya. Hanya saja penetapan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw menurut kalender Masehi yang berlaku secara nasional di negeri kita (Indonesia)  adalah pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal (identik dengan bulan ini menurut bahasa Jawa adalah bulan Maulud atau Mulud).
Pada tanggal ini ditetapkan secara nasional sabagai hari libur dan berlaku sejak dahulu hingga sekarang tanpa ada peninjauan sama sekali, dengan demikian penetapan hari kelahiran Nabi saw pada tanggal ini telah menjadi kesepakan nasional, meskipun dari tinjauan sejarang kurang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

B.   Sejarah Singkat Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw tidak dilaksanakan pada masa generasi pertama dalam Islam yaitu  sahabat, generasi kedua yaitu tabi’in, maupun generasi ketiga yaitu tabi’ut tabi’in, karena memang tidak ada anjuran apalagi perintah baik dari Allah maupun Rasulullah sendiri. Memperingati seseorang yang sudah meninggal tidak dikenal dalam tradisi Rasulullah hingga generasi ketiga (tabi’ut tabi’in), atau dengan kata  di luar kawasan yang mereka pikirkan. Maka amatlah wajar kalau  memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw menjadi khilafiah (perbedaan pendapat) di kalangan umat Islam, ada yang mengatakan bid’ah dan ada yang mengatakan sunnah terhadapnya.
Orang yang mengadakan rital perayaan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw adalah bani ‘Ubaid al-Qadah aatau ‘Ibadiyyun sempalan dari syi’ah Isma’liyyah atau Syi’ah bathiniyyah. Moyang mereka Ibnu Disham yang dikenal al-Qadah. Semula ia adalah budak (mawali) Ja’far bin Muhammad bin Shadiq dan berasal dari Ahwaz. Ibnu Disham adalah salah satu pendiri Syi’ah bathiniyyah. Dari Ahwaz pindah ke Maghrib kemudian menisbatkan diri kepada ‘Aqil bin Abu Thalib dan mengaku sebagai keturunan Muhammad bin Isma’il bin Ja’far ash-Shadiq, padahal orang ini meninggal tanpa meninggalkan keturunan sama sekali.
Pada tahun 362 H Bani ‘Ibadiyyun berhasil memasuki Mesir dan seterusnya  memperingati ‘Maulid Nabi menjadi tradisi yang berkembang dalam Syi’ah Fathimiyyah. Dinasti Fathimiyyah memang memiliki hari-hari besar cukup banyak antara lain: Maulid Nabi Muhammad saw, Hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharram), Maulud Hasan-Husein, Maulud Fathimiyyah, Awal bulan Rajab, Maulud Ali bin Abi Thalib, Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban), Awal Ramadan, Akhir Ramadan, peringatan 7 hari kematian seseorang yang berlanjut pada hari ke 40, 100, tahun pertama kematian, tahun pertama kematian, dan hari ke 1000, peringatan menyambut musim penghujan, menyambut musim kemarau. Peringatan-peringatan itu berpengaruh ke negeri kita (Indonesia) ini, terutama di kalangan masyarakat santri NU, terutama peringatan tentang kematian seseorang ( khususnya lagi leluhur), Rebo wekasan yaitu hari Rabu terakhir dalam bulan Shafar, dan Nisfu Sya’ban.  Di kalangan Muhammadiyah, hari-hari itu tidak diperingati, kecuali “maulid Nabi Muhammad” dengan format yang secara keseluruhan dibersihkan dari tah}ayyul bid’ah, khurafat, dan syirik. Meyakini bahwa dengan membaca al-Barjanji pada saat srokol yang para peserta upacara ini  semuanya berdiri dalam mengapresiasi perayaan Maulid Nabi saw, Ruh Rasulullah hadir dalam majlis ini dan memberi berkah kepada mereka adalah khurafat karena keyakinan ini tidak ada dasarnya dari Alquran maupun Hadis sahih. Kalaupun ada hadis yang menyatakan seperti itu pasti hadis palsu (maudu’). Memohon sesuatu kepada Rasulullah pada saat beliau hadir dalam majlis al-Barjanji adalah syirik karena yang berhak untuk dimintai hanyalah Allah. Dalam hal ini Allah menyatakan ‘Iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in(Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan). Menelorkan ide bahwa Rasulullah hadir dalam majlis al-Barjanji untuk memberikan berkah kepada para partisipan upacara ini adalah tahayyul. Peringatan Maulid Nabi bagi Muhammadiyah hanya murni pengajian umum  dengan tema-tema berkenaan dengan Nabi Muhammad saw atau Islam secara umum. Kalaupun disertai unsur lain semuanya bersifat provan tidak sakral, seperti  lomba pidato, dakwah, azan, membaca Alquran, musabaqah tilawatil Qur’an, olah raga dan yang lainnya untuk anak-anak, remaja masjid atau umum.
Kemeriahan yang mengiringi peringatan Maulid Nabi Muhammad saw diawali 2 abad kemudian dari Bani al-Qadah, yaitu pada pemerintaha dinasti Irbal, yaitu al-Malik Mudhaffaruddin. Dikisahkan bahwa dalam peringatan Maulidan ini disembelih ayam 10000 ekor untuk pesta kolosal.
Upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad saw berpengaruh luas di kalangan masyarakat Islam, termasuk di Indonesia tanpa menyadari asal-usulnya. Peringatan Maulid Nabi saw diterima dengan baik atas dasar perasaan agama sebagai sesuatu yang baik (taken for granted). Orang yang tidak mau melaksanakan peringatan maulid Nabi justru dikatakan bid’ah dan tidak mencintai Rasulnya. Sementara itu ‘Ibad al-Qadah ketika mencetuskan upacara peringatan ini menyatakan sebagai bid’ah hasanah (Basyaruddin).

C.   Unsur-Unsur Pokok Pelaksanaan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw telah membudaya bagi umat Islam di Indonesia untuk semua golongan sehingga peringatan ini dilaksanakan sejak dari tingkat komunitas kecil (kelompok pengajian/jam’iyyah pengajian) hingga tingkat nasional oleh pemerintah. Umat Islam yang benar-benar menyatakan bid’ah dan sama sekali tidak mau memperingatinya hanya bersifat kasus sangat langka dan individual. Sudah barang tentu karena umat Islam terpecah menjadi berbagai kelompok sosial keagamaan, maka dalam mengapresiasi peringatan Maulid Nabi Muhammad saw pun juga bervariatif. Untuk mendeskripsikan peringatan Maulid Nabi saw yang paling komplit unsur-unsurnya adalah dari kelompok Nahdlatul Ulama (NU).
a.    Waktu Pelaksanaan.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw dilaksanakan dalam bulan Maulud  atau Rabi’ul Awwal, tidak mesti tepat pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tergantung kesepakatan antara Kiyai atau Ustaz yang akan memberi ceramah dengan panitia pelaksana peringatan Maulid kapan Ustaz atau Kiyai itu sanggup. Biasanya, pada bulan ini para Ustaz atau Kiyai yang terkenal padat dengan acara ceramah Maulidan sehingga sangat mungkin para panitia harus sabar menunggu giliran hari apa sang Kiyai atau Ustaz itu sanggup. Jamaah Masjid atau Musalla yang tergolong kecil sangat mungkin, karena harus meminta kesediaan seorang Kiyai atau Ustaz tertentu dan ia amat padat jadualnya dan sanggupnya setelah keluar dari bulan Maulud (Rabi’ul Awwal), maka pelaksanaan peringatan dilaksanakan pada bulan berikutnya, yaitu Ba’da Maulud Rabi’u awal yakni rabiul akhir.
b.    Pempacaaan albarjanji atau shalawatan.
Semenjak pemerintahan Sultan Salah ad-Din dari dinasti Salajikah, peringatan Maulid Nabi Muhammad saw dikolaborasikan dengan upacara berjanjen. Untuk daerah kantong-kantong Nahdliyyin pembacaan berjanjen dilakukan semenjak hari pertama pada bulan Maulid hingga tanggal hingga tanggal 12 Rabi’ulAwwal, atau bahkan hingga akhir bulan. Sehari dalam sebuah Masjid atau Mushalla bisa diadakan berjanjen lebih dari satu kali. Ada berjanjen khusus remaja putri, remaja laki-laki, ibu-ibu PKK, atau bapak-bapak.
 Berjanjen dibacakan dengan seni khas dan selalu menggunakan pengeras suara dengan mengambil waktu bisa sehabis salat Subuh, sehabis salat Lohor, sehabis salat Maghrib, sehabis salat ‘Isyak, sehingga bisa mengganggu ketenangan pemeluk agama lain atau seagama tetapi tidak menyetejui pembacaan berjanjen dengan menggunakan pengeras suara.
Inti berjanjen adalah mengundang, mangayubagya, dan menyanjung-nyanjung Nabi Muhammad saw sebagai rasa cinta kepada beliau dengan ungkapan yang amat puitis atau dengan kata lain dan singkat padat adalah mahabbaturrasul (cinta Rasul). Tujuan semula disusunnya naskah   Albarjanji oleh Abu Hasan al-Barjanji  adalah untuk membangkitkan rasa cinta kepada Rasulullah dan selanjutnya membangkitkan semangat umat Islam untuk mencegah mengganasnya tentara Salib yang telah membantai umat Islam pada perang salib ke I. Albarjanji sangat efektif membangkitkan semangat juang umat Islam sehingga dapat meluluhlantakkan kekuatan Salib pada perang salib ke II dan seterusnya.
Isi keseluruhan sanjungan kepada Rasulullah dalam naskah Albarjanji mirip dengan sanjungan kaum Nasrani terhadap Yesus Kristus, dan sudah barang tentu ada yang sangat berlebihan. Umat Nasrani meyakini Yesus sebagai Penebus dosa, maka Nabi Muhammad pun dalam naskah Albarjanji itu juga disebutkan sebagai penebus dosa. Pada lembar pertama dalam naskah itu tertuli “Assalamu ‘alaik ‘alaika ya mahya az-zunub”(Keselamatan untukmu (Rasul), Bagimu wahai sang penghapus dosa). Aqidah semacam ini tentu tidak benar menurut Alquran. Lebih dari 224 ayat dalam Alquran yang berkenaan dengan penebusan dosa hanya Allah saja yang memiliki kewenangan menebus atau mengampuni dosa (kecuali dosa antar sesama), umpama rumusan ‘Inna-llaha Ghafururrahim (sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Kasih sayang, Q.S.at-Taubah/9 : 99).
Mempercayai Nabi Muhammad sebagai penebus dosa Juga menyamakan kedudukannya dengan  Yesus yang dipertuhan oleh kaum Nasrani yang menurut ajaran Alquran mempertuhan Tuhan selain Allah adalah kafir (Q.S. al-Maidah/5 : 17,72,73) atau musyrik (Q.S. an-Nisa 4 :36). Dengan demikian, jika seorang muslim melakukan upacara berjanjen dengan meyakini penuh dan cinta penuh tanpa ada kritik apapun, apalagi marah atau tersinggung jika diingatkan bahwa di dalamnya mengandung unsur yang tidak benar menurut ajaran Islam, sebenarnya orang tersebut sudah jatuh kepada kemusyrikan karena meyakini Nabi Muhamammad sebagai penebus dosa. Untungnya para pengamal berjanjen secara umum tidak mengerti maksud yang terkandung di dalam naskah Albarjanji, kecuali secara global atas dasar pencerahan para Ustaz atau Kiyai sebagaimah abbaturrasul (kecintaan kepada Rasul).
Sayangnya yang mengerti maksud detail kandungan naskah Albarjanji hanya sedikit, meskipun telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Naskah Albarjanji termasuk genre (karya seni) tinggi termasuk dalam kategori manakib, yaitu uraian sejarah seseorang yang menonjolkan hal-hal yang bersifat luar biasa. Contoh manakib adalah Manakib Syeikh ‘Abdul Qadir al-Ji>laniManakib Syeikh Bahauddin an-Naqsyabandi, dan Albarjanji itu sendiri. Diantara keluarbiasaan yang disebutkan dalam naskah Albarjanji adalah ketika beliau masih kecil dan digendong oleh Siti halimah di sekitar Ka’bah, arca-arca kagum kepada bayi (Nabi Muhammad) sehingga mata para arca menjulur keluar dari tempat (rongga) lebih satu jengkal memperhatikan bayi Nabi Muhammad saw. penjelasan hal-hal yang luar biasa dan irrasional  dari bayi hingga menjadi Rasul amat banyak.
Sebenarnya mencintai Rasulullah dengan mengapresiasinya dengan untaian syair adalah boleh-boleh saja, umpama ‘Anta syamsun anta Badrun (Engaku adalah matahari, Engkau adalah Bulan) bentuk prosanya adalah pola kalimat tasybih (penyerupaan) ‘Anta ka asy-Syamsi Anta ka al-Badri  (Engkau bagaikan matahari dan engkau bagaikan Bulan) yang secara alami menerangi dunia, kemudian melalui cara berpikir sillogistik sampai pada konklusi atau kesimpulan bahwa pribadi Nabi Muhammad bagaikan Matahari dan bulan menerangi dunia dalam ajaran tauhid dan keluar dari kegelapan iman. Asal tidakkebablasen melebihi kapasitas sebagai manusia dan sebagai Rasulullah tidak menjadi kesalahan, tetapi akan lebih sempurna kalau dalam mencintai Rasulullah menuruti permintaan Rasulullah sendiri sebagai orang yang dicintai.

D.   Rangkaian acara muludan di daerah kebumen.
Susunan pokok upacara peringatan ini adalah sebagai berikut:
1.    Pembukaan.
 Pembukaan biasanya diawali dengan pembacaan surat al-Fatihah sebagai fathul quran. Dan pembacaan tersebut dikhususkan untuk dihadiahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan sahabatnya, kepada tabi’in, tabi’ut-tabi’in, para malaikat, orang-orang yang mati syahid, para ‘alim-ulama, syeikh Abdul Qadir al-Jailani, syeikh Junaid al-Baghdadi, para leluhur Kiyai di daerah  kebumen, dan para wali atau para sunan (walisongo).
2.    Pembacaan kalam wahyu Ilahi (al-Quran).
Ayat al-Quran yang di baca biasanya ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah kelahiran nabi atau yang menjelaskan tentang kemulyaan nabi Muhammad saw. Tetapi ada juga yang dalam pembacaan ayat suci al-quran tergantung kepada pembaca (qari’), ayat apa atau surat apa yang akan dibacakan. Pembacaannya dilaksanakan begitu bagus dengan kadar seni yang amat tinggi, dan merdu sehingga bagi yang benar-benar menikmati suara ini bisa menangis atau mendirikan bulu roma (bulu pada githok) Setelah itu bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan gaya bacaan deklamasi.
3.    Tahlilan.
Tahlilan adalah seperangkat kalimah thayyibah walaupun banyak orang yang kontra terhadap tahlila karen mereka memilliki pendapat bahwa tahlilan itu adalah bidah karena nabi saw tidak pernah melakukan tahlilan, tetapi di kalangan kelompok NU( nahdatul ulama), tidak mempermasalahkanya karena mereka melihat kebaikan-kebaikan yang ada di dalamnya. Rangkaian dalam tahlilan yaitu antara lain pembacaan surat-surat pendek dari Alquran, maupun kalimah-kalimah tayyibah seperti tasbih, tahmid, takbir.  lain rumusan ulama yang keseluruhannya dibaca secara berjamaah. Pembacaan tahlilan diyakini memperoleh pahala, kemudian pahalanya dikirimkan kepada para ruh seperti disebutkan dalam point a di atas, plus seluruh umat Islam baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup, yang berada di daratan maupun di lautan (yang berada di udara tidak disebut), yang berada di belahan barat maupun timur, yang berada di belahan utara maupun selatan, yang mesti tidak pernah ditinggalkan adalah permohonan ampunan kepada Allah bagi para ruh yang telah meninggal, syafaat Rasulullah, dan hasanah dunia-akhirat. Uraian Hikmah Maulid Nabi Muhammad saw.
4.    Pembacaan al-barjanji atau sholawatan. .
Berjanjen dibacakan dengan seni khas(denngan menggunakan lagu-lagu jaman sekarang yang menjadikan perjanjen disenangai oleh masyarakat karena lagunya yanga unik dan enak didengar) dan waktunya yaitu setelah selesinya acara tahlilan.
Inti berjanjen adalah mengundang, mangayubagya, dan menyanjung-nyanjung Nabi Muhammad saw sebagai rasa cinta kepada beliau dengan ungkapan yang amat puitis atau dengan kata lain dan singkat padat adalah mahabbaturrasul (cinta Rasul)
5.    Penutup.
Di acara yang akhir ini bisanya di isi dengan acara makan-makan yang telah di sediakan oleh ibu-ibu yang teleh mempersiapkanya pada sianga hari karene muludan ini atau maulid nabi ini biasanya di lakukan pada malam hari karena melihat situasi. Yaitu apabila dilakukan pad asiang hari dan warga desa masih banyak yang berkerja maka akan sedikit yang hadir makanya maulid nabi ini dilakukan pada malam hari. Acara terakhir ini banyak di isi oleh warga desa utuk bercerita-crita, ataupun bercanda gurau. Sehabis telah selesaainya acara maka wargapun pulang dari surau atau masjid tempat mereka melaksanakan acara tersebut (muludan atau maulud nabi) untuk beristirahat.





















BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan.
Melihat dari pembahasan di atas sudah sangat jelaas, bahwa waisongo adalah pembawa kebudayaan maulid nabi keindonesia. Sikap toleran walli songo menimbulkan dampak negatif dan positif, di antaranya dampak positif yaitu walli songo telah menimbulkan islamisasi secara besar-besaran di pulau jawa dengan tanpa gejolak yang berarti.
Tradisi dan kepercayaan lama tidak mereka hapuskan secara radikal dan frontal, tetapi yang mereka hilangkan hanyalah hal-hal yang jelas-jelas bertentangan denan ajaran-ajaran islam, lalu diganti dengan unsur-unsur yang ada dalam ajaran islam. Disilah terjadinya akulturasi antara tradisi dan kepercayaan lokal suatu pihak, dengan ajaran dan kebudayaan islam pihak lainnya.
Maslah perbedaan pandangan antara pihak yang pro dengan maulid nabi dan kontra dengan maulid nabi, antara yang berpendapat bahwa maulid nabi itu adalah bid’ah dan sebagian yang membolehkan malid nabi karena beralasan bahwa didalam upacara itu banyak terdapat kebaikan-kebaikan yang tidak bertentangan dengan unsur-unsur ajaran islam. Dan juga kita tahu bahwa walisongo telah mengganti unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran islam dengan ajaran islam itu sendri.












DAFTAR  PUSTAKA

·         Ali, Mahrus, Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik (Nariyah, Al-Fatih, Munjiyat, Thibbulk Qulub). Surabaya: La Tasyukl, 2007.
·         Bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah, Fatwa Kontemporer : Media Hidayah, 2003.
·         Hart, Michael, The 100 a Rangking of the Most Influential Persons in History,Diterjemahkan oleh Mahbub Djunaidi dengan judul:Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah. Jakarta: Pustaka, 1988.
·         Rida, Muhammad, Muhammad Rasul Allah. Kairo: al-Ahya’ al-Kutub, l966.
·         Syuhaimin, Basyaruddin bin Nurdin Shalih, Membongkar Kesesatan Tahlilan, Yasinan, Ruwahan, Tawassul, Istighosah, Ziarah, Maulid Nabi Saw.Bandung: Mujahid Press, 

Selasa, 04 Februari 2014

kajian terhadap sahih muslim


KAJIAN TERHADAP SAHIH MUSLIM
A.      Biografi imam musim
Nama lengkap beliau adalah Abu al-husain muslim al-hajaj bin kausyaz al qusyairi alnaisaburi. Beliau dinisbatkan kepada naisaburi karena dilahirkan dinasaiburi, sebuah kota kecil di iran sebelah timur laut. Ia dilahirkan pada tahun 204 H=820 M[1]. Imam muslim belajar hadis mulai usia kurang lebih 12 tahun yaitu pada tahun 218 H[2]. Kecenderungan Imam Muslim kepada ilmu hadits tergolong luar biasa. Keunggulannya dari sisi kecerdasan dan ketajaman hafalan, ia manfaatkan dengan sebaik mungkin. Di usia 10 tahun, Muslim kecil sering datang berguru pada Imam Ad Dakhili, seorang ahli hadits di kotanya. Setahun kemudian, Muslim mulai menghafal hadits dan berani mengoreksi kekeliruan gurunya ketika salah dalam periwayatan hadits. Seperti orang yang haus, kecintaanya dengan hadits menuntun Muslim bertuangalang ke berbagai tempat dan negara. Safar ke negeri lain menjadi kegiatan rutin bagi Muslim untuk mendapatkan silsilah yang benar sebuah hadits.
Dalam berbagai sumber, Muslim tercatat pernah ke Khurasan. Di kota ini Muslim bertemu dan berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih. Di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Pada rihlahnya ke Makkah untuk menunaikan haji 220 H, Muslim bertemu dengan Qa’nabi,- muhaddits kota ini- untuk belajar hadits padanya.
Selain itu Muslim juga menyempatkan diri ke Hijaz. di kota Hijaz ia belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas ‘Abuzar. Di Irak Muslim belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Kemudian di Mesir, Muslim berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya. Termasuk ke Syam, Muslim banyak belajar pada ulama hadits kota itu.
Tidak seperti kota-kota lainnya, bagi Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah Imam Muhaddits ini berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama ahli hadits. Terakhir Imam Muslim berkunjung pada 259 H. Saat itu, Imam Bukhari berkunjung ke Naisabur. Oleh Imam Muslim kesempatan ini digunakannya untuk berdiskusi sekaligus berguru pada Imam Bukhari.[3]
Imam musliam adalah seorang muhadis, hafid yang terpercaya. Beliau banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama hadis maupun ulama lainnaya. Al-khatib al-baghdadi meriwayatkan dengan sanad lengkap, dari ahmad bin salamah, katanya : saya melihat abu- zurah dan abu hatim senantiasa mengistimewakan dan mendahulukan muslim bin al-hajjaj di bidang pengetahuan hadis sahih atas guru-guru mereka pada masanya[4].
Berkat kegigihan dan kecintaannya pada hadits, Imam Muslim tercatat sebagai orang yang dikenal telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, menyebutkan, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, lanjutnya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sedang menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang ditulis dalam Shahih Muslim merupakan hasil saringan sekitar 300.000 hadits. Untuk menyelasekaikan kitab Sahihnya, Muslim membutuhkan tidak kurang dari 15 tahun.
Beliau telah menyusun banyak karya diantaranya kitab:
1.      Al-jami al- sahih
2.      Al-musnad al-kabir ala al- rijal
3.      Al-jami al-kabir
4.      As- asma wa al-kuna
5.      Al ‘llal
6.      Awham al-muhadisin
7.      At-tamyan
8.      Man laisa lahu illa rawin wahid
9.      Al-tabaqat al-tabi’in
10.  Al- mukhadramin
11.  Awlad al-sahabah
12.  Intifa bi uhub (julud) al-siba
13.  Al- aqran
14.  Al-sahih al-musnad
15.  Hadis amr bin syuaib
16.  Rijjal urwah dan
17.  Al-tarikh.[5]
Menurut laporan dari ibrahim bin muhammad bin sufyan imam muslim telah menyusun tiga kitab musnad, yaitu:
1.        Musnad yang beliau bacakan kepada masyarakat adalah sahih.
2.        Musnad yang memuat hadis-hadis, meskipun dari periwayat yang lemah.
3.        Musnad yang memuat hadis-hadis, meskipun sebagian hadis itu berasal dari periwayatan yang lemah.
Dari karya-karya tersebut sebagaiman ada yang dipublikasikan, dan sebagian lagi masih dalam bentuk manuskrip yang bertebaran di berbaga perpustakaan.  Dari segi kualitas, para ulam ahdis umumnyamenganggap bahwa al-jami al sahih merupakan karya terbaik imam muslim.
Akhirnya pada hari ahad sore, dalam usia 55tahun imam muslim wafat. Jenazahnya dimakamkan esok harinya, senin 25 rajab 261 H di kampunya di nasr abad, salah satu daerah di luar naisaburi.

A.    SISTEMATIKA SAHIH MUSLIM
Kitab sahih muslim ini disusun oleh imam muslim dengan sangat sistematis. Kitab ini diawalli dengan muqaddimah (pendahuluan) yang sangat bernilai dan dapat dikatakan merupakan karya paling dini dalam bidang ilmu usul al-hadis.[6] selalu mengedepankan ilmu jarh dan ta’dil.[7] Metode ini ia gunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Selain itu, Imam Muslim juga menggunakan metode sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat). Dalam kitabnya, Imam Muslim dalam menetapkan kesahihan hadits yang diriwayatkkanya dijumpai istilah haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarani (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), maupun qaalaa (ia berkata). Dengan metode ini menjadikan Imam Muslim sebagai orang kedua terbaik dalam masalah hadits dan seluk beluknya setelah Imam Bukhari
Setelah muqaddimah, beliau mengelompokan hadis-hadis yang berkaitan dengan dalam sau tema atau masalah pada suatu tempat. Namun perlu diketahui bahwa beliu tidak membuat nama atau judul kitab (dalam arti bagian) dan bab bagi kitabnya secara konkret, sebagaimana kita dapati pada sebagian naskah sahih muslim yang sudah dicetak. Judul-judul kitab dan bab sebenarnya tidak dibuat oleh imam muslim, tetappi dibuat oleh para pengulas kitab pada masa-masa berikutnya.diantara para pengulas yang dinilai sangat baik dalam membuat kreasi judul-judul bab dan sistem atika bab-babnya adalah imam nawawi dalam kitab syarah sahih muslim.

B.     METODE PENULISAN SAHIH MUSLIM
Dalam menyusun kitabnya, imam mmuslim menempuh metode yang bagus sekali. Beliau menghimpunmatan-matan hadis yang senada atau atau tema lengkap dangan sanad-sanadnya pada suatu tempat, tidak memotong atau memisah-misahkannya dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak mengulang-ulang penyebutan hadis kecuali dalam jumlah sedikit karena adanya kepentingan yang mendesak yang meghendaki adanya pengulangan, seperti untuk menambah manfaat pada sanad atau matan hadis.[8]
Selain itu, imam muslim pun selalu menggunakan kata-kata atau lafal dalam proses periwayatan hadis secara cermat. Apabila ada seorang periwayat berbeda dengan periwayat lainnya dalam menggunakan redaksi yang berbeda padahal makna dan tujuannya sama, maka beliau pun menjelaskannya.
Dalam menyusun dan memasukan hadis-hadis kedalam kitab sahihnya, imam muslim tidak menjelaskan syarat tertentu secara eksplisit.[9] Namun demikian, para ulama telah meneliti syarat-syaratnya itu melalui pengkajian terhadap kitabnya. Kesimpulan penellitian mereka, menyatakan bahwa syarat yang digunakan oleh imam muslim dalam kitab sahihnya ialah.
1.   Hanya meriwayatkan hadis dari para periwayat yang adil dan dabit (kuat hafalannya dan daya ingatnya misalnya tidak pelupa), dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya, serta amanah dan,
2.   Hanya meriwayatkan hadis-hadis yang musnad (lengkap sanadnya), muttasil (sambung-menyambung sanadnya), dan marfu (disandarkan kepada nabi saw.) beliau tidak meriwayatkan hadis yang mauquf dan mu’allaq.
Keterangan imam muslim dalam muqaddimah sahihnya, sebagaimana telah dikemukakan oleh imam nawawi dalam syarahnya, akan lebih dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai syarat-syarat yang di pakai dalam kitab sahihnya. Beliau mengategorikan hadis kepada tiga macam yaitu :
1.      Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat yang adil dan dhabit
2.      Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat yang tidak diketahui keadaanya (mastur) dan kekuatan hafalannya /ingatannya sedang-sedang saja.
3.      Hadis-hadis yang di riwayatkan oleh para periwayat yang lemah hafalannya dan para periwayat yang hadisnya ditinggalkan orang.
Dari ketiga kategori tersebut, apabila imam muslim telah selesai meriwayatkan hadis kategori pertama , beliau senantiasamenyertakan hadis kategori kedua. Sedangkan hadis kategori ketiga, beliau tidak meriwayatkannya.
Setelah selesai membukukan kitabnya, imam muslim memperlihatkan kitabnya kepada para pakar hadis terkemuka yaitu seorang huffaz makki bin abdan dari nasaibur. Ia berkata “ saya mendengar muslim berkata: “ aku perlihatkan kitabku kepada abu zurah al-razi.[10] Semua hadis yang di syaratkan oleh al-razi ada kelemahannya, aku meninggalkannya. Dansemua hadis yagn dikatakannya sahih, itulah yang kuriwayatkan.”[11] Ini menunjukan ke-tawadu-an atau kerendahatiannya.
Imam muslim pun sangan berhati-hati dalam memilih ataupun menyeleksi hadis. Ia senantiasa berdasar pada argumen yang jelas. Beliau pernah menuturkan (aku tidak mencantumkan satu hadis pun kedalam kitabku ini melainkan ada alasanya dan aku tidak menggugurkan satu hadis pun melainkan karena ada alasannya).
C.      PENILAIAN TERHADAP SAHIIH MUSLIM DAN NILAI HADIS-HADISNYA
Menurut para ulam hadis, kitab hadis muslim ini memiliki banyak kelebihan, yaitu :
a.      Susunan isinya sangat tertib dan sistematis,
b.      Pemilihan redaksi (matan) hadisnya sangat teliti dan cermat,[12]
c.       Seleksi dan akumulasi sanadnya sangat teliti, tidak tertukar-tukar, tidak lebih dan tidak kurang,
d.      Penempatan dan penglompokan hadis-hadis kedalam tema atau tempat tertentu, sehingga sedikit sekali terjadi pengulangan penyebutan hadis.[13]
adapun nilai hadis-hadis yang terdapat dalam sahih muslim pada umumnya berkualitas sahih , atau dinilai sahih oleh sebagian besar ulama hadis. Jadi tidak semua hadis dalam kitab ini berkualitas sahih, dan tidak pula berarti hadis-hadis diluar kitab ini kualitasnya tidak sahih. Dalam kaitannya ini imam muslim pernah menyatakan bahwa ia tidak memasukkan semua hadis sahiih kedalam kitabnya, melainkan hanya hadis-hadis yang di sepakati oleh ulama saja.[14]menuruut ibnu salah, mungkin yang dimaksud itu ialah beliau hanya memasukan hadis yang memenuhi persyaratan sahih yang telah disepakati oleh para ulama hadis.
Para ulama hadis sering membandingkan nilai hadis-hadis dalam kitab ini dengan yang terdapat dalam kitab lainnya. Umumnya mereka menilai bahwa  kualitas hadis-hadis dalam kitab ini menempati posisi kedua setelah sahih bukhari. Alasan mengapa mereka menempatkan sahih muslim psda posisi kedua adalah karena kreteria sleksi kesahihan hadis yang dipakai olehnya lebih longgar dari pada yang dipakai oleh imam bukhari, gurunya. Jika imam bukhari mensyaratkan adanya pertemuan (liqa’) antara guru dan murid bagi hadis-hadis dalam kitabnya, maka imam muslim dapat meneriwa periwayatan hadis-hadis asalkan guru dan murid yang melakukan periwayatan tersebut pernah hidup dalam satu masa (mu’asarah) tertentu, tidak harus pernah bertemu.
Akan tetapi, walaupun hadis-hadis dalam sahih muslim dinilai sahih, tidak berarti seluruhnya terbebas dari keritik. Dalam kitab ini terdapat sejumlah hadis yang dikritik (muntaqadat), sekalipun jjumlah dan persentasenya sangat kecil. Kritik-kritik tersebut umumnya berkaitan dengan matan atau teks hadis. Di antara kritik dari segi matanya, misalnya hadis yang dianggap maqlub, yakni hadis yang berbeda dengan hadis lain dikarenakan adanya pemindahan atau tukar-menukar, yang tetrjadi pada redaksi atau kata-katanya. Dalam kaitan ini imam muslim meriwayatkan hadis dari abu hurairah r.a.[15]
Yang artinya:
........dan seseorang yang mensedekahkan sesuatu dengan cara sembunyi-sembunyi, sehingga (seolah-olah) tangan kanannya tidak mengetahui apapun yang di infakan olah tangan kirinya.
Dalam matan atu teks hadis diatas terdapat pemutar balikan, jika dibandingkan dengan hadis yang serupa yang terdapat dalam sahih bukhari [16], yang berbunyi :
.........sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang di infakan pleh tangan kananya.
Menurut logika dan budaya, teks hadis yang disebutkan belakangan lebih shalih), seperti halnya memberi infak.
Adapun kritik yang berkaitan dengan sanadnya, ad-daruqutni menyatakan bahwa dalam kitab sahih muslim terdapat 132 buah hadis yang musnad-daif, namun tidak sampai maudhu, dan munkar. Selain itu adapula yang melontarkan dalam kitab soheh muslim terdapat iga buah hadis mu’allaq, yaitu dalam bab tayamum, kitab al-hudud dan kitab al-buyu’, namun setelah setelah diteliti, ternyata imam muslim meriwayatkan hadis tersebut ditempat yang lain secara bersambung (muttasil), dan menyebutkan periwayat yang meriwayatkannya. Adapula yang menganggap bahwa dalam sahih muslim terdapat 14 buah hadis yang dinilali munqati’ (terputus, karena terdapat periwayat sebelum level sahabat yang tidak disebutkan), dalam bab tayamum. Salat dan rajam.
Namun keritikan-keritikan iti telah dijawab oleh para pakar hadis yang lain. Misalnya imam abu amral-salih menjawab keritikan dari al-jiyani, dengan mengatakan bahwa “pemutusan” sanad ditempuh hanya sebagai metode agar lebih efisiensi. Sementara itu, terkait dengan penilaian adanya hadis da’if, imam nawawi menjelaskan bahwa adanya hadis daif dikarenakan adanya perbedaan pandangan.sedangkan mengenai pemakaian hadis daif digunakan hanya sebagai data penguat saja, bukan pada hadis utama/asalnya.
Selain itu, jika dicermati ternyata hadis-hadis yang dianggap muallaq dan munqati’ itu semuanya muttasil. Kemuttasil-an itu terkadang dapat diketahui pada kitab (bagian) atau bab lain dalam sahih muslim itu sendiri, dan terkadang pada kitab koleksi hadis lainnya.
Hadis-hadis dalam sahih muslim yang dikritik oleh sebagian orang pada umumnya telah dijelaskan secara gamblang oleh imam nawawi dalam kitabnya, al-minhaj fi syarhi sahih muslim bin hajjaj. Namun demikian tentu saja peluang untuk melakukan penelitian dan kritik terhadap sahih muslim masih tetap terbuka.


[1] Berbagai referensi lain menyatakan bahwa beliau lahir tahun 206H.
[2] Muhammad muhammad abu syuhbah (selanjutnya ditulis abu syuhbah), fi rihab al-sunnah al-kutub al-sihah al-sittah,(kairo; majma al-buhus al-islamiayah, 1389H=18969M.)
[3]  Muhammad ismail syaban, al-madkhal li dirosah al-quran wa al-sunnah (kairo: dar al-ansari, t.th.)
[4] Abu syuhbah, fi rihab...83
[5] Ibid, 84, al-husaini abd al-majid Hasyim, usul al-hadis al-nabawi ulumuh wa maqayisuh (kairo : dal al syuruq, 1406H), 210 dan muhammad mustafa azami, studies....95.
[6] Dalam muqadddimahnya imam muslim menguraikan tentang pembagian dan macam-macam hadis, hadis-hadis yang di muat daam sahihnya, keadaan paraperiwayatnya, penjelasan tentang larangan berdusta atas nama rasullallah saw, anjuran agar berhati-hati dslsm meriwayatkan hadis, dan larangan meriwayatkan hadis dari periwayat yang lemah dan yang ditinggalkan hadisnya, dan menerangkan bahwa sanad merupakan bagian dari agama. Beliau pun menguraikan secara panjang lebar tentang berhujah dengan hadis mu’an’an. Lihat abu syuhbah...90-91.
[7] Jarh secara etomologis berarti melukai, sedangkan secara terminologis berarti tindakan seseorang mengkritik seorang perawi yang dinilai tidak memenuhi standar penerimaan riwayat dengan menyebutkan sifat-sifat tidak baik yang dimiliki oleh perawi tersebut sehingga riwayatnya tidak diterima. Adapun ta’dīl secara etimologis berarti menyeimbangkan sesuatu dengan yang lain, sedangkan secara terminologis berarti tindakan seseorang menilai sifat seorang perawi dengan menyebutkan sifat-sifat baik yang dimiliki oleh perawi tersebut sehingga riwayatnya dapat diterima. Lebih lanjut lihat Hasan Muhammad Maqbūli al-Ahdal, Mushthalah al-Hadīts wa Rijāluhu (Sana’ā: Maktabah al-Jail al-Jadīd, 1414 H/ 1993 M), h., 190.
[8] Abu syuahbah, fi rihab...89.
[9] Ini berlaku pada selain hadis mu’an’an. Dalam muqaddimah sahihnya, beliau menyatakan bahwa hadis mu’an’an dipandang muttasil (bersambung sanadnya) dengan ketentuan mu’asarah, yakni periwayatan yang satu hidup semasa dengan periwayat lain, tidak disyaratkan para periwayat pernah bertemu. Namun ia pun setuju kepada orang yang mensyaratkannya.
[10] Ia adalah seorang ahli hadis kenamaan, yang hidup satu masa dengan imam muslim dan jarang bandingannya dalam kekuatan hafalannya, kecerdasan, keberagaman, keikhlasan, keilmuan dan amalannya. Ia wafat pada tahun 264 H.
[11] Lihat abu syuhbah, fi rihab...86-87.
[12] Muslim banyak meriwayatkan hadis secara bi al-lafz, karenanya, jika terjadi perbedaan redaksi antara sahih al-bukhari dan sahih muslim, para ulama umumnya cenderung memilih redaksi yang terdapat dalam sahiih muslim. Lihat ensikllopedia islam, vol.II (jakarta: ichtiar van hoeve,1994),53.
[13] Inilah faktor-faktor yang dijadikan argumen untuk menempatkan posisi sahih muslim pada peringkat tertinggi jika di bandingkan dengan kitab –kitab koleksi hadis lainnya. Namun demikian, jika dilihat dari kualitas/otentitas dan kuantitas/kekayaan hadisnya sahih muslim ini peringkatnya ini dibawah sahih bukhari.
[14] Muhammad abd al-aziz al-khuli, miftah al-sunah aw tarikh al-funun al-hadis (beirut: dar al-kutub,1980), 47.
[15] Muslim, sahih muslim jus 1,kitab az-zakat, bab fadl akhfa al-shadaqoh, hadis nomor 1.031,455.
[16] Sahih al-bukhari, kitab al-zakat hadis no.1334.